Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Memaknai dan Memahami Fungsi Ilmu yang Sebenarnya

13 Juli 2021   15:58 Diperbarui: 13 Juli 2021   16:38 3434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar : www.thebalancecareers.com

Ada dua kata-kata bijak tentang hakikat ilmu yang saya kutip dari imam Syafi'i. Kedua nasihat bijak ini menghadirkan sebuah pemahaman bagaimana fungsi ilmu yang sebenarnya. Jika merujuk pada dua nasehat ini maka hari ini kita berada pada titik dimana fungsi ilmu telah bergeser.

"Ilmu itu bukan yang dihafal, tetapi yang memberi manfaat."

"Tujuan dari sebuah ilmu itu adalah untuk mengamalkannya, maka ilmu yang hakiki adalah ilmu yang terefleksikan dalam kehidupannya, bukan ilmu yang hanya bertengger di kepala."

Dalam konteks memaknai ilmu, perlu dipahami bahwa ilmu bukan sesuatu yang menetap. Artinya, fungsi ilmu harus membawa manfaat kepada mereka yang mempelajari dan kepada orang lain. Ilmu bukan hanya berwujud dalam sebuah hafalan atau catatan, namun lebih jauh tujuan dari sebuah ilmu adalah melakukan/mengamalkan sebagaimana yang sudah dipelajari.

Sayangnya, hari ini fungsi ilmu telah berubah. Banyak orang yang hari ini berilmu untuk mendapatkan sebuah legalitas, baik secara titel ataupun simbol. Hal ini tanpa kita sadari ibarat sebuah pisau dengan dua sisi, tajam dan tumpul. Sementara fungsi pisau akan terasa saat sisi tajamnya terpakai. Jika tidak, maka pisau hanyalah sebagai simbol semata.

Orang berilmu seharusnya menggunakan ilmunya untuk memberi banyak manfaat bagi orang lain. Terlepas dari latar belakang ilmu yang dipelajari, keutamaan ilmu ada pada seberapa besar manfaat yang bisa diambil orang lain. 

Seorang dokter dengan latar belakang ilmu kedokteran punya peran mengedukasi kesehatan bagi banyak orang, sehingga ilmunya bisa menghadirkan manfaat bagi orang lain. Begitu juga seorang arsitek memiliki perannya tersendiri dalam mendesain bangunan yang memiliki banyak manfaat, baik secara efisiensi anggaran atau efektifitas ruang.

Jika sebuah ilmu tidak dapat memberikan manfaat maka fungsi dari ilmu itu sendiri telah hilang. Apakah hari ini banyak ilmu yang sudah kehilangan fungsi? tentu saja, fungsi ilmu tidak akan berubah. Namun, para penuntut ilmu perlu kembali mengkaji seberapa besar manfaat dari ilmu yang mereka peroleh. Mungkin tujuan dari mendapatkan ilmu adalah untuk menjadikan nilai tukar, maka tidak heran fungsi ilmu juga akan berubah.

Sebagaimana sebuah pisau, jika digunakan bukan untuk memotong maka fungsinya juga akan berubah. Saat itu terjadi, tidak peduli setajam apapun pisau, ia tidak akan membawa manfaat bahkan cenderung membawa mudharat. Apalagi jika yang menggunakan tidak memahami fungsi pisau, tentu banyak musibah yang akan terjadi.

Dengan pola kebebasan mendapatkan ilmu, hari ini fungsi ilmu tidak lagi membawa manfaat. Salah satu alasannya adalah gagalnya sistem pendidikan menghadirkan fungsi ilmu dalam diri penuntut ilmu. Akibatnya, banyak ilmu yang menetap dalam diri orang yang tidak memahami ilmu sehingga ditangannya ilmu berubah menjadi musibah.

Mari kita melihat contoh bagaimana rusaknya sistem kesehatan saat berada ditangan dokter-dokter yang memandang ilmunya sebagai ladang komersil. Fungsi rumah sakit yang pada awalnya menyembuhkan orang maka akan berubah membawa musibah. Bangunan-bangunan yang seharusnya tahan lama dan bisa lebih murah akan berubah menjadi bangunan cepat rusak dan berubah harga ditangan para arsitek nakal. 

Tidak terkecuali, dari tangan guru atau dosen yang tidak memahami fungsi ilmu akan lahir orang-orang dengan profesionalitas yang sangat buruk. Rusaknya sistem pendidikan, buruknya kualitas pekerjaan, bobroknya moral adalah sebagian kecil musibah yang kita rasakan saat ilmu berada ditangan orang yang salah.

Apakah hari ini kita kekurangan orang pandai?

Jawabannya jelas, kita tidak kekurangan orang-orang pandai. Hari ini banyak sekali para pakar dari berbagai bidang ilmu, tapi permasalahan terbesar adalah kurangnya orang yang paham akan fungsi ilmu yang sebenarnya. Wajar saja, sangat sedikit manfaat yang bisa dirasakan walau jumlah orang pandai terus meningkat. 

Harga sebuah ilmu lebih mahal dari manfaatnya. Inilah yang kita rasakan hari ini. Institusi pendidikan memiliki 'price tag' sendiri  untuk melabel harga sebuah ilmu. Ilmu kedokteran mungkin punya nilai jual jika dibandingkan ilmu lainnya. Pola ini menyebabkan hadirnya simbol dalam sebuah warna, sehingga akan muncul 'mindset' ada harga dalam sebuah profesi.

Tujuan belajar harus dirubah, bukan sekedar ingin tahu namun seberapa banyak manfaat yang bisa didapat. Untuk diri sendiri dan orang lain. Bukan hanya perkara menjadi pakar dari sebuah bidang keilmuan, namun bagaimana mampu menukar ilmu menjadi sebuah manfaat yang mampu dirasa oleh orang banyak.

Jika kita mampu betul-betul memahami fungsi ilmu dan manfaatnya, maka setiap orang punya andil memberi manfaat bagi orang banyak. Dokter akan mampu mengedukasi orang awam, menyediakan fasilitas kesehatan yang baik, guru akan menjadi garda depan peradaban ilmu. dan yang paling penting dari semua itu, ada pahala besar yang menanti yang berwujud sebuah keberkahan dari setiap manfaat ilmu yang diperoleh orang lain. 

Nah, khusunya bagi para penulis. Jadikan momen menulis menjadi sebuah ilmu yang bisa bermanfaat bagi orang lain. Tulislah apa saja yang bermanfaat sesuai latar belakang ilmu masing-masing. Selama ide atau gagasan yang kita pikirkan bisa membawa manfaat bagi pembaca, maka ini juga akan menjadi sumber pahala. Setidaknya saat kita telah tiada, tulisan-tulisan kita akan membawa manfaat bagi kita sendiri nantinya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun