Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menuntun atau Menuntut, Memahami Pola Asuh yang Benar

3 November 2020   10:57 Diperbarui: 3 November 2020   11:00 1020
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SebagaiSebagai calon orangtua, memahami Pola Asuh yang benar sebelum memiliki anak adalah sesuatu yang harus masuk dalam katagori 'priority'. 

Saya akan membahas bagaimana efek pola asuh yang salah pada anak. Mungkin bagi kita dua kata ini, menuntun dan menuntut, kelihatan sederhana. Tapi, dalam konteks pola asuh, ini memiliki efek luar biasa pada anak. 

Mari kita bahas perbedaan keduanya. 

Menuntun memiliki makna mengarahkan dengan cara memberi contoh. Saat orangtua menuntun, mereka berada di depan sebagai seorang 'leader'. Menuntun lebih mengedepankan 'showing' daripada 'asking'. Saat anak dituntun, mereka belajar dari yang dilihat, bukan dari yang didengar. Indra penglihatan menyerap ilmu dari contoh yang diberikan orangtua. 

Sementara menuntut bermakna menginginkan sesuatu dari anak tanpa contoh. Berbeda dengan menuntun, orangtua yang menuntut berada dibelakang dan berfungsi sebagai 'boss'. Disini orangtua hanya mengedepankan 'asking' ketimbang 'showing'. Fokusnya 100% pada indra pendengaran dengan ekspektasi anak akan menjadi penurut. 

Meniru dan Menurut

Saat orangtua menuntun, anak akan belajar meniru dari contoh yang dilihat dari orangtua. Namun, saat orangtua menuntut, anak akan menurut tanpa proses belajar. Semua Orangtua berharap agar anak menjadi penurut, bukan begitu? 

Meniru membutuhkan proses yang terpusat pada objek yaitu orangtua. Disini orangtua berfungsi sebagai 'role model' yang memberikan contoh dari apa yang diinginkan kepada anak. Misalkan anak diharapkan bisa membuang sampah pada tempatnya, maka orangtua memperlihatkan cara membuang sampah pada tempatnya. Jadi, ada proses transfer ilmu dengan mengedepankan showing. 

Sementara itu, Menurut condong terpusat pada subjek yaitu anak. Orangtua tidak berfungsi sebagai media belajar, sedangkan anak diharapkan bisa paham sendiri tanpa contoh. Disini tidak ada proses transfer ilmu karena orangtua sekedar hadir untuk meminta anak ta'at tanpa arahan. 

Apa Efek Positif dan Negatif pada Anak? 

Pola asuh yang mengarah kepada Menuntun akan menghasilkan anak yang memiliki kemampuan menyerap ilmu dari sebuah proses. Artinya, saat anak banyak melihat contoh baik dari orangtua, maka ini akan menjadi 'values' atau nilai yang menjadi fondasi hidup anak saat dewasa. 

Proses penyerapan ilmu dari indra penglihatan akan menetap di memori jangka panjang anak. Ini menjadi sangat penting karena membentuk fondasi karakter pada anak secara alamiah. Nah, sekarang coba bayangkan satu kejadian di masa kecil kita, mana yang mudah kita ingat, yang dilihat apa yang didengar? 

Sayangnya, banyak dari orangtua mengabaikan atau tidak memahami bagaimana pentingnya transfer ilmu dari apa yang dilihat anak. Maka sangat wajar jika banyak anak tumbuh besar sebagai penurut tapi sangat sedikit yang menjadi peniru. 

Apa yang salah dari pola asuh orangtua? 

Nah, yang menjadi sumber masalah adalah banyak orangtua yang pingin hasil instan tanpa harus repot. Orangtua tipe seperti ini mengedepankan keinginannya terwakili pada anak, umumnya diawali dari ekspektasi super tinggi dan diakhiri dengan rentetan prestasi. 

Anak yang 'terperangkap' dalam pola asuh ini akan mengedepankan prestasi sebagai representasi diri mereka. Buruknya, akan sulit bagi mereka menemukan jati diri karena mereka hidup untuk memenuhi ekspektasi orangtua. Dan yang paling buruknya lagi, pola asuh seperti ini melahirkan anak dengan rasa percaya diri yang rendah. 

Sangat berbeda dengan anak yang hidup dengan melihat sosok orangtua yang menuntun. Mereka akan belajar dari sebuah proses visualisasi dari contoh baik orangtua dan tumbuh dengan karakter pribadi yang cerdas. Pola asuh menuntun tidak mengedepankan prestasi, tapi Fokus pada jati diri. Tidak ada tuntutan prestasi dan ekspektasi pribadi. 

Anak yang terbiasa melihat contoh akan menghargai proses dan tumbuh menjadi pribadi yang aktif. Mereka melakukan sesuatu karena inisiatif yang tergerak dari hati. Anak-anak seperti ini memiliki prinsip hidup karena dilandasi percaya diri yang tinggi. Mereka tidak berpijak pada prestasi sebagai tujuan hidup. 

Apa Solusinya? 

Sebagai orangtua, sangat wajar jika kita punya ekspektasi tertentu pada anak. Tapi, jangan lupa bahwa mereka punya kehidupan sendiri. Tugas orangtua adalah sebagai PENUNTUN bukan PENUNTUT. 

Jangan melimpahkan keinginan pribadi pada anak dengan ekspektasi yang harus terpenuhi. tugas penting orangtua adalah menanamkan nilai-nilai karakter positif pada anak dengan memberikan contoh baik sebanyak-banyaknya. Biarkan anak belajar dari apa yang dilihat dan menjadikannya sebagai sebuah nilai yang akan menuntun mereka saat orangtua telah tiada. 

Jangan Warisi Harta, Tapi Warisi Ilmu

Sadar atau tidak, hari ini yang paling ditakutkan orangtua adalah kemiskinan. Dan menjadi tradisi sebuah keluarga untuk menyimpan harta untuk anak sebagai warisan. Dan uniknya, karena sebab warisan banyak anak yang saling ribut dengan saudara sendiri. 

Padahal, jika orangtua berpikir bijak, harta hanya sebuah benda yang akan habis jika digunakan. Namun, karena orientasi hidup melekat pada harta, pola asuh lebih mengedepankan transfer harta ketimbang ilmu. Wajar saja jika anak tumbuh dengan berorientasi pada karir. Bukankah pertanyaan paling sering ditanyakan adalah, KALAU BESAR MAU JADI APA? 

Sangat memprihatinkan jika kita melihat fakta di lapangan bahwa sangat sedikit keluarga yang mengedepankan ILMU sebagai pola asuh. Bahkan, sebuah keluarga akan merasa minder jika muncul pertanyaan, anaknya kerja dimana sekarang? Apalagi jika karir anak biasa saja ini akan menambah 'beban' pikiran orangtua karena tuntutan masyarakat. 

Alhasil, karena sebuah beban bawaan ini, pola asuh orangtua mengikuti keinginan orang lain ketimbang kemauan hati. Akhirnya, fungsi orangtua berubah dari PENUNTUN menjadi PENUNTUT. saat ini terjadi, orangtua tidak lagi  menjadi 'kompas' saat mendidik anak. Efeknya, anak tidak memiliki karakter karena kehilangan arah tujuan hidup mereka. Layaknya sebuah kapal yang bergerak tanpa navigasi, ia akan terombang ambing di tengah lautan. 

Jadilah Orangtua Yang Berilmu

Knowledge is everything! Sebagai 'role model', orangtua tidak bisa mengedepankan kemauan tanpa keilmuan. Jangan sekedar menaruh harapan kepada anak tanpa bimbingan. Anak tidak bisa belajar tanpa contoh nyata dari orangtuanya. Konsep mendidik anak harus dimulai dari GIVE and TAKE. Berikan dulu contoh, baru kemudian terima hasil. Jangan berorientasi pada HASIL tanpa AWAL. 

Belajarlah menjadi orangtua dengan mempelajari ilmu terlebih dahulu. Saat  mendidik anak orangtua benar-benar harus SABAR. Tidak ada hasil tanpa proses dan orangtua juga bisa belajar banyak dari proses mendidik anak. Parenting is tough yet fun. Setiap orangtua punya rintangan tersendiri dalam mendidik anak, semua bisa menjadi pelajaran berharga. 

Berguru agar anak meniru. Agar anak mewarisi karakter yabg baik, orangtua perlu belajar bagaimana menjadi orangtua yabg baik pula. Maka sangat perlu untuk orangtua berguru kepada orang yang berilmu. Tidak mungkin kita berharap anak punya ilmu agama yang baik dan menjadi shalih, tapi kita tidak memiliki nilai-nilai itu. Anak melihat dan kemudian meniru, bukan sebaliknya. Jadi, tunjukkan dulu baru anak akan belajar. 

Mulai dari Hal Kecil dalam Keluarga 

Banyak hal yang sebenarnya terlihat simpel tapi diabaikan orangtua. Hal-hal kecil  ini bisa dimulai dari dalam rumah. Start small and simple! 

Bicaralah dengan sopan kepada anak. Kelembutan diwarisi dari lisan, hendaknya orangtua bertutur kata dengan baik saat berbicara kepada anak. Jangan salahkan anak ketika mereka tidak sopan, umumnya mereka  hanya mengulang dari apa yang dilihat dan didengar. Orangtua yang suka membentak atau berbicara dengan nada tinggi akan mewarisi anak yang sulit menjaga ucapan. 

Jangan memberi perintah, tapi cobalah awali dengan contoh. Agar anak tumbuh bertanggungjawab, ajak mereka terlibat dalam kegiatan rumah. Saat bermain dampingi mereka, dan selalu akhiri dengan pesan penutup. Jangan biarkan mainan berserak di lantai, tapi ajak anak untuk membereskannya dan titiplah pesan positif pada mereka bahwa sesuatu yang dimulai harus diselesaikan dengan baik. Anak akan belajar memahami konsep bertanggungjawab dari hal paling sederhana namun membekas dalam pikiran mereka. 

Lead and Let! Biarkan anak mencoba sesuatu dan arahkan mereka. Fungsi orangtua yang sebenarnya adalah sebagai pemimpin, biarkan anak belajar secara alami tapi jangan dilepas sendiri. Banyak orangtua yang salah memahami ini sehingga tidak sedikit anak yabg tumbuh belajar sendiri tanpa didampingi. Alhasil, saat dewasa mereka sulit menjadi leader dan berakhir menjadi follower. 

Anak-anak yang dibiarkan mencoba akan lebih banyak belajar ketimbang mereka yang dilarang. Sifat kepemimpinan hadir dari pendampingan. Seorang ayah harus hadir disisi anak untuk mengajari dan menguatkan. Anak tidak belajar rasanya sakit jika harus belajar bersepeda selalu dengan bantuan roda. Sesekali biarkan mereka mencoba dan jatuh, kuatkan mereka untuk terus mencoba tanpa lelah. Nantinya mereka tumbuh mewarisi sifat pantang menyerah dan belajar arti sebuah proses. 

Jangan takut anak susah. peran orangtua bukanlah memanjakan anak dengan memberikan segala kebutuhan. Awal dari karakter manja adalah rasa takut orangtua yang berlebihan. Pola asuh seperti ini menciptakan individu yang lemah dan lemot. Jika ingin anak berhasil, biarkan anak belajar mencoba dan belajar. Jangan khawatir jika anak bermain kotor diluar rumah, biarkan saja sesekali mereka riang dalam hujan dan kesakitan.

Yang penting adalah kehadiran orangtua untuk memberi pesan setelah bermain kotor mereka harus belajar membersihkan, jika sakit main hujan mereka harus siap kesakitan. Hidup bukan hanya perkara senang saja, anak juga harus  terbiasa sakit agar tau makna pahitnya hidup. 

No gain without pain! No learning without showing. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun