Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Hilangnya Persawahan dan Munculnya Perumahan di Pinggiran Kota

22 Januari 2020   09:44 Diperbarui: 22 Januari 2020   10:17 661
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Pagi ini saya mengawali hari dengan segelas kopi di sebuah warkop(warung kopi). Ketika hendak pulang, saya berjumpa dengan sahabat ayah saya yang tinggal di desa sama. 

Tanpa diduga pertemuan ini membawa kami ke sebuah tema unik, hilangnya area Persawahan di kebanyakan pinggiran kota di Aceh. Setelah Tsunami laju pertumbuhan penduduk di Aceh terlihat meningkat. Hal ini membuat lahan yang dulunya tidak berharga kini dibuka menjadi komplek perumahan yang menghadirkan suasana pinggiran kota. 

Bagi sebagian pendatang yang bekerja di perkotaan, memiliki rumah pribadi menjadi impian. Daripada harus mengontrak dengan biaya relatif tinggi, banyak pasangan muda yang memilih kredit atau membeli langsung kontan rumah-rumah sederhana ini. Selain harganya terjangkau, kawasan perumahan pun tidak terlalu jauh dari area kerja dan fasilitas umum lainnya. 

Sayangnya, seiring meningkatnya permintaan rumah, lahan yang dulunya merupakan area persawahan kini disulap menjadi komplek perumahan. Para developer bekerjasama dengan pemilik sawah dengan sistem bagi hasil, jika rumah yang dibangun sekitar 8 rumah maka pemilik tanah berhak mendapat jatah 2-3 rumah, sisanya menjadi milik developer. 

Para pemilik tanah bisa dengan mudah melepas tanahnya dan dalam sekejap area Persawahan berubah menjadi komplek perumahan. Awalnya hanya beberapa rumah, kemudian terus berkembang menjadi puluhan rumah dan saat ini bahkan meningkat mendekati angka ratusan. 

Apa yang terjadi kemudian? 

Sisa tanah di area komplek perumahan tidak lagi sesubur dulu. Ketersediaan air menjadi permasalahan besar bagi para petani yang masih mempertahankan. tanah mereka untuk menanam padi. 

Akhirnya, walau mereka masih bisa menyemai bibit padi, saat padi mulai tumbuh airpun menghilang. Petani hanya bisa berharap datangnya hujan karena area persawahan ini tanpa fasilitas irigasi. Dulunya ketersedian air masih normal sebelum dibangun perumahan, kini struktur tanah berubah dan kemampuan tanah menyukai air kian melemah. 

Lemahnya peran pemerintah dalam mempertahankan area persawahan

Hilangnya area Persawahan tidak terlepas dari lemahnya kebijakan pemerintah setempat. Seandainya pemerintah memiliki perencanaan jangka panjang, tentu hal ini bisa dominimalisir. 

Misalkan pemerintah daerah membuat kebijakan pembangunan perumahan di kawasan Persawahan. Salah satunya dengan melarang developer membangun rumah di area Persawahan dan memberi dukungan bagi pemilik tanah untuk terus menanam padi. Pemerintah lokal bisa menyediakan pupuk su subsidi bagi petani pemilik sawah dan memastikan harga jual padi hasil panen tetap tinggi. 

Salah satu faktor hilangnya area Persawahan yaitu karena tergiurnya pemilik tanah Persawahan dengan harga tang ditawarkan developer dengan segala manfaatnya. Pada akhirnya pemilik sawah condong melepas tanahnya dan membiarkan area Persawahan menjadi perumahan. Sedangkan pemerintah seakan terkesan diam dan membiarkan ini terus terjadi. 

Dalam jangka panjang, jika pemerintah setempat tidak melakukan tindakan nyata maka area Persawahan di pinggiran kota akan musnah. Dan efeknya akan sangat terasa di kemudian hari. 

Suasana pinggiran kota tidak lagi asri, burung-burung mulai menghilang, unsur air dalam tanah juga perlahan menipis, dan lebih fatalnya produktifitas beras lokal merosot drastis. 

Kelak apalagi yang akan kita banggakan? sebutan negeri agraris tidak lagi relevan. Saat area Persawahan berubah menjadi perumahan, bukan hanya beras yang hilang tapi juga nilai budaya. Masyarakat yang dulunya hidup saling membantu dalam komunitas petani, kini nilai ini kian memudar. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun