Bang Zaki seorang pemuda santun dan baik. Hampir semua temannya mengakui kebaikannya karena hampir tidak pernah ada ucapan yang tidak baik keluar dari mulutnya. Dalam keluarga bang Zaki merupakan anak sulung yang paling dekat dengan ibunya.Â
Tidak seperti kebanyakan laki-laki seumur annya, bang Zaki selalu berusaha hadir di pengajian dikampungnya dan selalu menjaga shalat berjama'ah di Mesjid. Walau terkadang bang Zaki harus keluar kota untuk menjalani tugas kantor, tapi ia tetap menjaga shalat lima waktu.Â
Karena sifat santunnya, bang Zaki memiliki teman dimana saja tanpa terbang pilih. Hampir semua orang mengenali bang Zaki, termasuk tukang parkir di pasar yang selalu mendapat uang lebih darinya. Saat membeli sayuran, bang Zaki tidak pernah menawar, bahkan ia selalu membeli dengan harga dua kali lipat dan melebihkan. Wajar saja hampir semua ibu-ibu pe jual sayur tahu namanya.Â
Saat temannya kesulitan, bang Zaki tanpa diminta akan mengulirkan tangannya. Terkadang uangnya bisa habis sekejap hanya untuk membantu teman. Pernah suatu ketika ia tertipu dan belasan juta uangnya raib ditangan teman dekatnya. Tapi bang Zaki tidak pernah marah, bahkan ia tidak pernah mempermasalhkan.Baginya rejeki itu dari Allah, dan kembali kepada Allah.Â
Tepat satu tahun setelah menikah, bang Zaki dianugerahi seorang anak laki-laki. Bang Zaki sangat mencintai istrinya dan selalu bersikap lembut dan memenuhi permintaan istrinya. Walau terkadang harus menetap di Kota lain untuk beberapa hari, bang Zaki tetap memprioritaskan keluarga. Setiap akhir pekan, ia tidak pernah absen mengajak istri dan anaknya ke tempat wisata.Â
Bang Zaki sangat memuliakan ibunya, setiap bulan ia menyisihkan uang hasil kerjanya untuk diserahkan ke ibunya. Tanpa sepengetahuan ibunya, bang Zaki juga mendaftarkan ibunya umrah. Tanpa diminta ibunya, bang Zaki selalu ringan tangan membantu ibunya di dapur. Dulu saat kecil, bang Zaki sering melihat almarhum ayahnya kerap membantu ibunya di dapur. Memori masa kecilnya menjadikan bang Zaki sosok pewaris sifat ayahnya.Â
Suatu ketika saat hendak makan, bang Zaki menyerahkan amplop ke ibunya. Lantas, sang Ibu bertanya, "apa ini, nak?" segera bang Zaki menjawab "buka saja, mak"Â
Tidak menunggu lama sang ibu membuka amplop perlahan dan mendapati sebuah tiket umrah. Tak terasa air mata jatuh tak tertahankan sambil memeluk bang Zaki. "terimakasih, nak!" ujar sang ibu sambil mengusap kedua matanya. Bang Zaki terus memeluk ibunya dan tanpa sadar kedua matanya mulai meneteskan air.Â
"mak, sudah lama Zaki ingin menghadirkan ini untuk mak. Mungkin baru hari ini tercapai" sambung bang Zaki. Suasana harupun tak tertahankan.Â
Singkat cerita bang Zaki dan ibunya sampai ke Makkah untuk melaksanakan umrah bersama. Walau ayahnya sudah tiada, untaian do'a tak lupa bang Zaki hantar didepan Ka'bah, dan juga bagi istri dan anaknya tersayang.Â
Saat tiba kembali dirumah, bang Zaki semakin ta'at beribadah. Kerjaan kantor tidak lagi diprioritaskan. Bang Zaki hanya fokus pada pekerjaan utamanya dan perjalanan keluar kota ia kurangi. Waktunya lebih banyak habis untuk keluarga dan menuntut ilmu agama.Â