Seiring bertambahnya populasi penduduk di Indonesia ketergantungan terhadap air bersih tak bisa dibendung, sementara kapasitas air bersih didalam tanah kian menyusut. Data WHO tahun 2016 memamaparkan lebih kurang 27 juta rakyat Indonesia masih sulit untuk akses air bersih sementara 51 juta penduduk masih mengalami hambatan untuk memperoleh akses sanitasi.
Masyarakat Indonesia umumnya sangat tergantung dengan air untuk keperluan sehari-hari. Kebanyakan masyarakat di desa bergantung pada sungai dan sumur sebagai sumber air bersih. Sementara di kota suplai air sangat tergantung pada PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) selaku penyedia air bersih terpercaya di masyarakat.
Sementara itu, Pembukaan lahan terbuka untuk penanaman sawit menjadi salah satu penyebab menyusutnya air dalam tanah, disisi lain penebangan pohon secara masif di hutan juga berimbas pada menipisnya ketersediaan air bersih dalam tanah sehingga secara tidak langsung juga merubah ekosistem air di area setempat.
Tidak dapat kita pungkiri kebutuhan akan air semakin meningkat. Dengan perubahan iklim dan pemanasan global secara berkala ketersediaan air dalam tanah sudah berada pada titik waspada. Alternatif penyimpanan air dengan jumlah besar perlu dipertimbangkan untuk kestabilan air dalam tanah untuk menjamin pasokan air dimasa depan.
Artificial recharge atau mudah dipahami sebagai "Carger" Â buatan, bisa menjadi solusi untuk wadah penampungan air dalam jumlah besar dalam tanah. Berbeda dengan bendungan yang memiliki efek samping bagi kestabilan air dalam tanah, Artificial Recharge berfungsi untuk kembali menyuplai air kedalam tanah agar bisa menstabilkan unsur air dalam tanah dan kembali dipakai nantinya.Â
Perlu dipahami bahwa penyodotan air dengan media sumur bor atau sumur galian manual menyebabkan penyusutan air secara otomatis, apalagi di area perkotaan yang umumnya sangat sedikit area tanah terbuka, air tidak lagi dapat masuk ke tanah sehingga kestabilan air terganggu apalagi saat penyedotan air terjadi secara masif. Area tanah terbuka yang semakin jarang di perkotaan memiliki dampak serius terhadap tanah, dimana air yang sudah dipakai tidak kembali kedalam tanah secara langsung.
Dibeberapa negara artificial recharge sudah diterapkan dan mampu menjaga kestabilan air tanah untuk keperluan harian. Berikut saya paparkan bagaimana beberapa negara menerapkan Artificial Recharge.
Setidaknya ada empat provinsi di India sudah menerapkan Artificial Recharge sejak tahun 1960 termasuk Gujarat. Sementara di Amerika salah satu kota, di Texas Selatan, Elpaso, juga telah mengaplikasikan artificial recharge sebagai solusi menyimpan air untuk kembali digunakan. Bedanya, Di kota El paso mekanisme pengolahan air bersumber dari limbah air hasil pakai masyarakat yang kemudian diproses kembali menjadi air bersih dan selanjutnya kembali dimasukkan kedalam tanah dengan tujuan menjaga kestabilan air dalam tanah. Ground water recharge project di El Paso sudah beroperasi sejak tahun 1985.
Berbeda dengan El Paso, Long Island, sebuah kabupaten di New York juga menerapkan Artificial Recharge dengan metode menampung air hujan atau salju yang mencair untuk dimasukkan kedalam tanah. Tercatat lebih dari 3000 penampungan air bawah tanah yang sudah terbangun di area ini sejak tahun 1935. Tidak hanya itu, air yang sudah ditampung dibawah tanah ini dipakai oleh 2.7 juta penduduk di dua kabupaten antara lain Nassau dan Suffolk di New York.