Pada kuartal ketiga 2024, perekonomian Indonesia menunjukkan pemulihan signifikan dengan surplus transaksi pembayaran sebesar USD 5,9 miliar.Â
Kenaikan transaksi finansial dan modal meningkat 122,1% telah menjadi pendorong besar surplus ini, setelah pada dua kuartal sebelumnya mengalami defisit mencapai pada angka USD 6,6 miliar.
Cadangan devisa turut menguat, mencapai USD 5,9 miliar, memberikan jalan bagi stabilitas moneter meskipun terdapat tantangan volatilitas pasar internasional yang perlu diwaspadai.Â
Di sisi lain, defisit transaksi berjalan menyempit sebesar 32% menjadi USD 2,1 miliar, disebabkan adanya peningkatan ekspor jasa dan rasio penerimaan dari transaksi primer maupun sekunder.
Tantangan Industri: Peningkatan Impor dan Penurunan PMI
Impor bahan baku dan barang modal masing-masing meningkat sebesar 13,7% dan 10,9% mencerminkan kebutuhan industri yang kian bertumbuh.Â
Namun, penurunan Purchasing Managers' Index (PMI) dari 50,7 pada Juni menjadi 49,2 pada September, mencerminkan hadirnya tekanan struktural yang mengindikasikan penurunan konsumsi domestik.Â
Penurunan ini juga diikuti oleh penurunan indeks penjualan ritel sebesar -2,9 poin pada kuartal ini dibandingkan kuartal sebelumnya, serta pengurangan tenaga kerja dan penghentian operasi pada beberapa perusahan.
Peningkatan impor bahan baku dan barang modal menegaskan adanya permintaan industri, tetapi penurunan PMI menjadi sinyal perlunya kebijakan untuk menjaga daya beli masyarakat, dan memastikan pertumbuhan lapangan kerja agar tetap stabil.
Baca juga: Indonesia dan Diplomasi Iklim di COP29: Peluang dan Tantangan di Tengah Geopolitik Global
Ekspor dan Investasi: Pilar Ketahanan Ekonomi Nasional
Ekspor utama Indonesia kepada mitra utama, termasuk China, AMerika Serikat, Jepang, India, dan Uni Eropa, terus mendominasi dengan komoditas unggulan batu bara, minyak sawit, dan produk manufaktur.Â
Beberapa pasar, seperti Vietnam, Jepang, dan Amerika Serikat mencatat pertumbuhan signifikan masing-masing 30%, 18,7%, dan 17%. Namun, ekspor ke China dan Korea Selatan melambat masing-masing 12,7% dan 0,2%.Â
Penurunan ekspor tersebut dipengaruhi salah satunya oleh penurunan ekspor bahan mentah nikel, setelah mencatat penurunan berturut-turut pada kuartal sebelumnya.
Investasi langsung asing mengalami peningkatan, terutama pada sektor industri pengolahan yang tumbuh Rp 4,7 triliun atau 4,7% dibandingkan kuartal sebelumnya.Â
Pada investasi ini didominasi oleh Amerika Serikat, Singapura, Uni Eropa, Jepang, dan Korea Selatan. Meski mengalami peningkatan yang memperlihatkan potensi besar, perlu diimbangi dengan pengelolaan investasi yang optimal agar dampaknya benar dirasakan dalam perekonomian domestik.
Baca juga: Menyongsong Pertumbuhan Ekonomi 8% di Indonesia, Mungkinkah?
Capaian surplus transaksi pembayaran dan peningkatan investasi, menunjukkan ketahanan Indonesia dalam tekanan global.Â
Namun, penurunan pada sektor industri dan konsumsi domestik, perlu menjadi perhatian serius dari pemerintah. Pemberian kebijakan yang tepat dapat menjaga stabilitas moneter, meningkatkan daya beli domestik, dan mendorong ekspor serta investasi modal asing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H