Mohon tunggu...
Masyita Crystallin
Masyita Crystallin Mohon Tunggu... Lainnya - Ekonom Senior dan Pakar Ekonomi Hijau

Masyita Crystallin adalah Partner at Systemiq and Head of Asia Pacific Sustainable Finance and Policy. Ia juga menjabat sebagai Co-chair Deputy of Coalition of Finance Minister for Climate Action. Berbekal pengalaman sebagai Staf Khusus Menteri Keuangan RI, Kepala Ekonom di Bank DBS Indonesia dan ekonom Bank Dunia, Masyita telah memainkan peran strategis dalam perumusan kebijakan fiskal dan makroekonomi, baik di tingkat nasional maupun internasional. Selain itu, ia juga berperan sebagai Dewan Komisaris Indonesia Financial Group (IFG) yang merupakan holding asuransi, penjaminan dan pasar modal. Masyita menyandang gelar PhD dari Claremont Graduate University. Ia ingin memberikan sumbangsih pada kebijakan ekonomi Indonesia termasuk ekonomi dan aksi iklim global.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Mengenal dan Menata Pasar Karbon Indonesia

3 November 2024   02:37 Diperbarui: 5 November 2024   15:58 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by Ro9drigo from freepik.com

Memasukkan harga atas kerusakan yang dibuat tersebut (eksternalitas) disebut sebagai internalizing the externality. Dari sinilah harga karbon di Indonesia dapat ditentukan. Perlu dihitung secara fair eksternalitas dari sisi penawaran dan permintaan.    

Menata Pasar Karbon Indonesia

Jika Indonesia ingin mengoptimalkan pasar karbonnya, maka perlu dilakukan pemetaan peluang baik di sisi penawaran dan permintaan. Dari sisi penawaran, Indonesia dapat mengoptimalkan karbon yang bersumber dari nature-based solution, seperti sektor kehutanan dan maritim. 

Selain itu, dari transisi energi yang tengah dilakukan juga menawarkan peluang besar dalam mereduksi emisi karbon di Indonesia. Keduanya dapat terus dikembangkan.

Image by Masyita Crystallin
Image by Masyita Crystallin

Sementara itu, dari sisi permintaan, dunia mengenal ada 3 jenis pasar utama karbon. Pertama Compulsory atau Compliance Market (Pasar Karbon Wajib). Misalnya, pasar ini yang diterapkan di Uni Eropa melalui mekanisme Emission Trading Scheme (ETS) atau di California-Amerika Serikat melalui mekanisme Cap-and-Trade Program.

Kedua, pasar karbon berdasarkan UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate Change) yang merupakan suatu badan di PBB yang mengurusi perubahan iklim. Pasar ini diatur dalam Kesepakatan Paris (Paris Agreement) di Artikel 6 (baik dari Artikel 6.2 maupun Artikel 6.4) yang telah ditandatangani negara-negara anggota UNFCCC.

Ketiga, Voluntary Carbon Market (VCM) dimana kredit karbon diperjualbelikan secara sukarela karena para pembelinya (bisa perusahaan, organisasi, pemerintah, atau perorangan) harus memenuhi kewajiban pengurangan emisi. Mereka dapat membayar kelebihan emisi yang dihasilkan dengan cara membeli kredit karbon.

Manakah di antara ketiga mekanisme pasar karbon ini yang sesuai dengan kondisi Indonesia? Tulisan-tulisan selanjutnya akan membahas dan menguliti masing-masing pasar karbon di atas sambil melihat peluang dan tantangannya bagi Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun