Mohon tunggu...
Masyita Crystallin
Masyita Crystallin Mohon Tunggu... Lainnya - Ekonom Senior dan Pakar Ekonomi Hijau

Masyita Crystallin adalah Partner at Systemiq and Head of Asia Pacific Sustainable Finance and Policy. Ia juga menjabat sebagai Co-chair Deputy of Coalition of Finance Minister for Climate Action. Berbekal pengalaman sebagai Staf Khusus Menteri Keuangan RI, Kepala Ekonom di Bank DBS Indonesia dan ekonom Bank Dunia, Masyita telah memainkan peran strategis dalam perumusan kebijakan fiskal dan makroekonomi, baik di tingkat nasional maupun internasional. Selain itu, ia juga berperan sebagai Dewan Komisaris Indonesia Financial Group (IFG) yang merupakan holding asuransi, penjaminan dan pasar modal. Masyita menyandang gelar PhD dari Claremont Graduate University. Ia ingin memberikan sumbangsih pada kebijakan ekonomi Indonesia termasuk ekonomi dan aksi iklim global.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Menimbang Untung-Rugi Indonesia Gabung BRICS dari Sudut Pandang Ekonomi Hijau

2 November 2024   12:27 Diperbarui: 2 November 2024   12:36 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by totcmi02 from freepik.com

Di Kazan, Rusia, pada Oktober 2024, Indonesia menyatakan keinginannya bergabung dengan BRICS+. Sebuah aliansi ekonomi berbagai negara berkembang yang didirikan oleh Brasil, Rusia, India, China, lalu Afrika Selatan.

BRICS lahir dari kehendak untuk mengukir ulang peta kekuatan dunia. Ia ingin menjadi penyeimbang blok Barat yang telah lama mendominasi arsitektur keuangan dan perekonomian global lewat institusi seperti Bank Dunia (the World Bank) dan Dana Moneter Internasional (IMF).

Dalam perkembangannya, BRICS tumbuh lebih luas dengan menggandeng negara-negara berkembang lainnya dalam format BRICS+. Forum ini semakin menarik untuk menumbuhkan solidaritas "Kerja Sama Antar-Negara Selatan" atau "South-South Cooperation"---sebuah gema sejarah lama, dimana negara-negara ini bercita-cita hidup di atas kakinya sendiri.

Di sinilah memori akan Konferensi Asia-Afrika 1955 di Bandung kembali terpanggil. Kala itu, pemimpin-pemimpin dari berbagai negara baru Asia dan Afrika bertemu dan meletakkan fondasi bagi kerja sama yang mencoba melepaskan diri dari jeratan kolonialisme.

Semangat dan visi besar ini kini kembali menggaung dalam BRICS+. Inilah yang membuka kesempatan Indonesia untuk memperjuangkan cita-cita lama tersebut sebagai penerapan Politik Bebas Aktif untuk menciptakan dunia yang lebih seimbang dan berkeadilan.

Keuntungan Ekonomi Hijau Indonesia di BRICS+

Image by freepik from freepik.com
Image by freepik from freepik.com
Bergabung dengan BRICS+ akan membuka peluang bagi Indonesia menjadi lebih mudah dalam mengakses berbagai peluang kerja sama dengan negara-negara anggota. Termasuk dalam hal inisiatif-inisiatif keberlanjutan.

Di bawah BRICS+ terdapat New Development Bank (NDB), lembaga yang menawarkan pembiayaan bagi proyek-proyek pembangunan berkelanjutan, sebagaimana fungsi World Bank.

Ada juga Bank Investasi Infrastruktur Asia  (AIIB) yang dapat memberi pembiayaan bagi proyek-proyek infrastruktur berkelanjutan. Bagi Indonesia, yang tengah bergegas mengejar ekonomi hijau, hal ini tentu menggiurkan.

Di tengah dominasi lembaga keuangan Barat yang kadang menuntut lebih, kehadiran NDB dan AIIB dapat memberikan sumber pendanaan alternatif yang lebih fleksibel. Harapan untuk mempercepat transisi energi dan menurunkan emisi karbon jadi kian dekat.

Dorongan hijau ini semakin penting mengingat Indonesia sedang bergerak meninggalkan ketergantungan pada batu bara dan energi fosil lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun