"Bangsa Indonesia telah berjanji pada diri sendiri untuk bekerja mencapai suatu dunia yang lebih baik, suatu dunia yang bebas dari sengketa dan ketegangan, suatu dunia dimana anak-anak dapat tumbuh dengan bangga dan bebas, suatu dunia dimana keadilan dan kesejahteraan berlaku untuk semua orang, Adakah suatu bangsa menolak janji semacam itu??" (Ir. H. Soekarno)
Ketika Sosialisme telah gagal memenuhi tujuan utopisnya membangun kemakmuran, dan berakhir menjadi hegemoni negara atas rakyatnya, kapitalisme bertahan sebagai jalan keluar oleh banyak bangsa, pun akhirnya  bergerak melindas golongan lemah, ide ide untuk melunakkan arogansi kapitalisme agar lebih manusiawi (compassionate capitalisme) bermunculan.Â
Di abad ke 18 hingga permulaan abad ke 19 para Akademisi dan Politisi, bergulat tentang  Konsep Negara Kesejahteraan,sebagai jalan tengah disaat gelombang great depression melanda dunia.Â
Prof. Kranenburg pencetus teori Negara kesejahteraan  menyatakan Bahwa Negara harus aktif mengupayakan kesejahteraan, bertindak adil yang dapat dirasakan seluruh masyarakat secara merata dan seimbang, Spicker mengatakan Negara kesejahteraan adalah sebuah sistem kesejahteraan Nasional yang memberi peran lebih besar kepada Negara untuk mengalokasikan sebagian dana publik demi menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar warganya.Â
Banyak lagi Akademisi lainnya mengurai defenisi Negara kesejahteraan (welfare state) yang muaranya adalah kehendak politik Negara untuk memanfaatkan sumberdaya untuk kesejahteraan rakyat.
Merujuk Konsep Negara Kesejahteraan, Negara Eropa Skandinavian seperti swedia,norwegia Denmark dan finlandia mempraktikan model penyediaan jaminan sosial yang merata dan melembaga, Negara bahkan menggelontorkan hingga 60%  dari Total belanja Negara untuk anggaran  jaminan sosial, Di Negara eropa lainnya seperti Jerman dan Austria , skemanya sama tapi melibatkan pemerintah, pihak swasta dan para pekerja untuk berkontribusi dalam skema jaminan sosial, lain lagi dinegara seperti Amerika atau Australia anggaran besar untuk jaminan sosial diutamakan untuk kaum miskin, cacat, homeless atau para penganguran.Â
Kehidupan kolektif bernegara dalam syariah islam pun terbentuk sebagai postulat Negara kesejahteraan, Bahwa Negara mendorong masyarakat berdasarkan hukum Tuhan untuk menyerahkan 2,5 persen hartanya yang dimanfaatkan untuk distribusi kemakmuran kesegenap rakyat yang fakir dan miskin atau segmen masyarakat lainnya yang membutuhkan dengan ketetapan hukum Ilahiah.
Secara Konstitusional, Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat dikatakan didesain sebagai Negara kesejahteraan, bisa terlihat dalam rangkaian pasal dalam Undang Undang Dasar, mulai dari Pasal 27,28,31,33 dan pasal 34 UUD 1945. Kemudian turunan konstitusi berupa Undang undang, seperti UU No 13 Tahun 1998, UU No 40 tahun 2004, UU No 11 Tahun 2009, UU No 13 Tahun 2011, UU No 8 Tahun 2016, kemudian ada  Peraturan Pemerintah sperti PP No 39 tahun 2012, Perpres No 15 tahun 2010, dan seterusnya.Â
Amanah konstitusional ini ditindaklanjuti salah satunya dengan Implementasi kebijakan Nasional Program keluarga Harapan yang diluncurkan tepat 14 tahun  lalu, dan kemudian memiliki peran signifikan sejak tahun 2014 Hingga saat ini,  dalam upaya mengurangi beban pengeluaran keluarga, perubahan perilaku peserta dalam mengakses layanan kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan sosial sehingga menghasilkan generasi yang Iebih sehat dan cerdas dan muaranya memutus mata rantai kemiskinan antar generasi.
maka sangat beralasan dari segala sisi, mengapa Program ini layak diteruskan pemerintah selaku regulator Kebijakan Kesejahteraan sosial , dengan pertimbangan sebagai berikut :
1. Sebagaimana penjelasan diatas Bahwa PKH Lahir dari rahim Konstitusi, sebentuk dengan konsep negara kesejahteraan yang dimplementasikan dibanyak negeri yang Demokratis.
2. PKH adalah rumah besar bagi 10 Juta Keluarga Penerima Manfaat, yang telah merasakan dampak positif langsung bagi diri mereka dan  segenap anggota keluarga penerima manfaat bansos ini, dan berpengaruh pada perputaran roda ekonomi Lokal.
3. PKH adalah ladang aktualisasi semangat Agent of Social Control dan Agent of Change , dan ladang transformasi pengetahuan dan pembangunan jejaring sosial untuk rakyat bagi para SDM PKH yang direkrut dari kalangan terpelajar di negeri ini
4. Keberlangsungan PKH, menutup resiko bagi bertambahnya angka pengangguran terbuka dari kalangan terdidik, sebab PKH adalah Lapangan Kerja Praktis bagi 40.000 SDM PKH yang sebagian besarnya telah berkeluarga dan menanggung nafkah anggota keluarganya
5. Keberlangsungan PKH, akan menutup keresahan kolektif warga Negara, Karena pendapatan Negara telah digunakan sebesar besar kemakmuran rakyat (KPM PKH dan SDM PKH) dan penerima manfaat bidang Kesejahteraan Sosial lainnya.
6. dari sisi Politis PKH berperan aktif dalam terbinanya stabilitas Sosial, yang berkorelasi langsung dengan ketertiban dan keamanan dan stabilitas Nasional.
7. dari aspek pembangunan Manusia, PKH secara langsung berkontribusi kepada peningkatan  angka partisipasi kasar  peserta Didik, peningkatan kesadaran penggunaan layanan fasilitas kesehatan, dan peningkatan angka  pegiat wirausaha kecil dan menengah.
8. PKH berdampak langsung terhadap meminimalkan celah kesenjangan pendapatan antar Golongan pendapatan (Gini Ratio), berdampak langsung dalam capaian bersejarah penurunan angka kemiskinan menjadi 1 digit. Dan menjadi aspek paling signifikan dalam meningkatkan Indeks kebahagian warga Negara.
9. PKH menjadi laboratorium peningkatan Kapasitas Kepemimpinan bagi Para SDM PKH, dari Seluruh jenjang Jabatan.
10. PKH telah Menjadi Rujukan International dalam Praktik Conditional Cash transfer dengan mekanisme penyaluran Bansos Non Tunai, sebagai Praktik Kebijakan keuangan Inklusif.
penulis
Masyhar S.IP, M.A.P
(pegiat sosial)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H