Mohon tunggu...
Qalam Jalanan
Qalam Jalanan Mohon Tunggu... Jurnalis - menulis untuk membagi

pengelana yang mencoba mengais makna dari setiap langkahnya, menulis untuk bukti pengamalan pemahamannya, jangan di anggap pintar saya adalah manusia tanpa pengetahuan apapun.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi | Dawai Pemersatu

28 Februari 2020   15:30 Diperbarui: 28 Februari 2020   15:29 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KLIK DI SINI

 Adakah dhawai yang mampu kulantunkan

dalam angan mengutuk badan

Adakah dawai yang boleh kudendangkan?

mengiringi sorak sorai gemuruh perbedaan


Kita selalu benar

Mereka selalu salah

Kemana aku harus bersandar?

otakku bermasalah? atau dunia memang sudah gerah?


Mereka bilang kebenaran di sana

Mereka yang lain hanya di sini yang benar

Dalam bingung kuputuskan

Dawai senar gitar selalu benar


Bolehkah kupetik senar ini sekali lagi?

mengiri anak-anak ibu saling memukul

Bolehkah kupetik senar ini untuk terakhir kali?

sebelum tuhan menghancurkan anak-anak ibu

 

Anak-anak ibu sudah dewasa

Sebentar lagi mereka berangkat bekerja

Di atas meja makan pagi-pagi

Perang dunia terjadi, disebabkan sebutir roti dan nasi.

Yogyakarta,

28 Februari 2020

baca juga puisi:

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun