Baru kali ini saya sempat mencicipi nasi megono dari Purworejo. Perjalanan pagi melintasi jalan Daendels  rasanya sayang jika tidak  singgah berwisata kuliner.Â
Awalnya hanya ingin melihat pantai dan menikmati gemuruh ombak di pagi hari. Tiba-tiba seorang perempuan dengan ramah menyapa kami. Setelah beberapa saat duduk-duduk di tepi pantai, singgahlah kami ke sebuah warung kopi.Â
Warung sederhana dengan beberapa meja dan kursi yang terbuat dari bambu semakin menambah nikmat suasana pagi. Segera kami memesan segelas kopi dan teh panas. Nini Buyar, panggilan nenek pemilik warung kopi menawarkan lagi dagangannya.Â
Sesuatu yang asing bagi saya sebagai orang Jawa timuran. Nasi megono. Saya mengira makanan yang terbungkus daun pisang tersebut semacam botok. Ternyata nasi yang sudah dilengkapi dengan lauk.Â
Ada dua pilihan yang ditawarkan. Satu berupa nasi megono biasa, sedangkan yang satu lagi sudah dibakar. Setelah saya buka, ternyata mirip dengan nasi bakar. Bedanya nasi megono lauknya ada di luar nasi. Sedangkan nasi bakar, lauknya diletakkan di dalamnya.Â
Lauk nasi megono berupa parutan kelapa yang dibuat semacam botok tetapi agak kering. Karena kurang lauk, akhirnya saya nikmati dengan tambahan lauk berupa mendoan.Â
Nasi megono berupa nasi putih yang gurih dengan dicampur santan, lembut dan mengenyangkan.Â
Di akhir sarapan di warung Nini Buyar, kami pun tak lupa mendokumentasikan kebersamaan kami. Keramahan orang yang baru kami kenali. Nikmatnya nasi megono mungkin dapat terulang kembali di waktu yang lain.Â
Memory di Pantai Pandan Wilis, Purworejo, Juli 2023
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI