Jamu merupakan minuman yang sudah dikenal sejak zaman dulu. Secara pasti, awal jamu dikonsumsi kurang banyak dipahami. Secara pribadi saya mengenal jamu sejak kecil.Â
Pada saat masih belum bersekolah hingga usia sekolah dasar, pada setiap siang ada Mbok Jamu yang berjualan ke rumah. Masing-masing anggota keluarga hanya mendapat jatah satu gelas jamu dengan harga yang sangat murah.Â
Setiap anggota keluarga memiliki kegemaran yang berbeda. Ada yang menyukai jamu beras kencur, ada yang menyukai kunyit asam, dan ada juga yang menyukai jamu pahitan.Â
Saya lebih suka jamu kunyit asam yang dicampur dengan beras kencur. Minuman oplosan yang menyehatkan. Selain rasanya manis sedikit asam, ada rasa kencur yang kental di lidah.Â
Setelah remaja, ibu mengharuskan anak gadisnya meminum jamu. Terutama jamu khusus untuk remaja putri. Jamu yang bermanfaat untuk menjaga kebugaran tubuh juga kehalusan kulit. Jamu tersebut biasanya dibeli dari penjual jamu pada depot jamu khusus yang sudah punya nama. Misalnya jamu Payung Pusaka, Air Mancur, dan jamu Nyah Senter.Â
Nah, ketika sudah kuliah di Surabaya, saya dan kakak serta teman-teman satu kos kadang-kadang juga masih mengonsumsi jamu. Jamu yang kami beli dari kios tertentu. Yang paling sering saat itu, kami membeli jamu dari kios jamu Dua Putri Dewi.Â
Namun seiring perkembangan zaman, dan bertambahnya usia, saya pernah berhenti minum jamu karena tidak diperkenankan oleh dokter. Sebab saat itu ada sedikit gangguan pada ginjal. Serbuk pada jamu dikhawatirkan mengganggu kerja ginjal dan dapat menyebabkan endapan.Â
Berhenti minum jamu tentu tidak terjadi selamanya. Ketika inovasi jamu semakin maju, jamu tidak sekedar diminum pada saat tertentu. Variasi jamu pun semakin banyak. Juga cara penyajiannya semakin menarik.Â
Bahkan di era sekarang, jamu sudah semakin bervariasi dalam penyajian, rasa, dan kemasan dalam penjualan. Banyak jamu dijual dalam kemasan botol, baik jamu basah (cair) maupun ekstrak (padat/serbuk).Â
Pilihan yang semakin banyak ini tidak hanya untuk generasi tua. Remaja dan anak-anak pun juga menyukai jamu. Jamu dapat pula disajikan hangat maupun dingin. Seperti yang pernah saya nikmati di kota Jogja, jamu pun serasi dijadikan teman saat menikmati makanan khas Jogja  berupa gudeg yang manis rasanya.Â
Di tempat tinggal saya, juga ada tempat makan yang menyajikan jamu sebagai salah satu minuman pilihan. Jamu kunyit asam yang disajikan dingin sangat cocok untuk pelengkap makanan di nDalem Gawanda. Nikmat disajikan baik dengan bakso, nasi goreng, mie goreng, maupun mie ayam.Â
Sebagai penikmat jamu, saya tidak pernah dan tidak menyukai meminum jamu yang dicampur dengan obat-obatan kimia, soda, maupun campuran yang tidak alami.Â
Bagi saya, sebaiknya jamu tetap dibuat dari bahan alami dengan berbagai variasi. Jangan sampai jamu yang berkhasiat menyehatkan justru dapat membahayakan. Mari bijak meminum jamu untuk meningkatkan kualitas kesehatan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H