Mohon tunggu...
Tunjung Eko Wibowo
Tunjung Eko Wibowo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Berdamai Dengan Hati dari belajar menulis, membaca dan mencintai diri sendiri pasca pensiun

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Keberhasilan Pola Asuh Masa Lalu

14 Mei 2023   14:46 Diperbarui: 14 Mei 2023   15:25 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Wong iku kudu nduwe unggah ungguh lang tata krama, uripmu bakal mulyo" (Mbah Kakung)

Kuno ya kesannya, pesan dari Eyang Kakung....

Hai Teman Kompasianers....lama tidak menyapa rumah kedua ini, pasca lebaran masih semedi sejenak. Kali ini saya menyapa kalian semua dengan sedikit oleh-oleh dari hasil menelisik masa lalu. Aku kelahiran era 1970-an, yang notabene anak keturunan ndeso. Tentu saja di besarkan dengan pola yang sederhana, apa adanya dan tidak lepas dari namanya keterbatasan.

Namun ada hal yang menarik dan pas menurut saya, apa yang orangtua dulu mulai dari kakek nenek kita terhadap anak-anaknya hingga ke cucu seperti saya. Ada hal-hal menarik, yang tidak bisa kita hilangkan begitu saja. 

Barangkali banyak dari teman-teman semua ada persamaan dari pola kehidupan ayah ibu kita, bahkan generasi seperti saya. Apa saja yang mendasari pola asuh jaman dulu, mampu membawa keberhasilan di  masa sekarang dan masih pantas kita terapkan terhadap anak kita.

1. Menanamkan kepercayaan

Saya melihat sewaktu kecil, ayah ibu serta kakek nenek sudah memberikan sebuah tanggung jawab kepada anak bahkan cucu. Mereka memberikan sebuah pesan ataupun hal yang  dikerjakan harus bisa diselesaikan. Baik secara hasil maupun waktu yang telah di berikan. Dengan demikian orang tua kita percaya sama kemampuan kita. 

Baik dari segi keputusan dan aksi mereka. Karena dengan memberikan kepercayaan walaupun hanya kecil, hal itu sangat membantu membangun kepercayaan diri pada anak. Hal yang dipikirkan anak juga akan merasa dirinya semakin berkembang dan merupakan stimulus untuk selalu berpikir kedepannya. 

2. Etika adalah segalanya

Yang paling saya ingat soal etika dari ayah dan kakek saya, adalah beliau orang yang jujur, displin dan sangat menghargai  orang lain. Saya sendiri pernah dimarahi, karena lupa untuk membeli minyak tanah di tetangga. 

Maklum saja saja minyak tanah kala itu begitu penting untuk penerangan, karena belum ada listrik. Waktu kecil saya juga pernah dapat tegur kakek gara-gara ambil jambu di tetangga tanpa bilang yang punya. 

Intinya, kita tidak bisa menyepelekan waktu sekecil apapun walaupun bisa di tunda. Yang kedua minta ijin itu juga harus di lakukan dalam segala hal. Karena dari hal itu, kita bisa menghargai waktu, disiplin dan jujur.

Dari itu semua kita juga harus hormat terhadap orang yang lebih tua, harus bersikap sopan, mejaga lisan atau omongan. Satu yang selalu aku ingat, "Jangan pernah sekalipun kamu berbohong, bicara kotor dan mengumpat orang lain" itu kata ayah dan kakek. 

Jika ketahuan....hahahaha...hancur ini badan, bisa kena gampar. Pada intinya kita harus menghormati orang lain siapapun dia. Dari sikap seperti itu tentu saja akan menjadi citra diri yang positif.

Mempunyai etika itu penting, karena keluarga kakek adalah keluarga yang heterogen. Berawal dari suku yang sama dan agama yang sama. Tetapi sekarang ini kita mulai multi etnis dan agama yang berbeda. 

Jika tidak beretika kita akan saling merasa besar dan merasa benar. Dari etika itu kita semua diajarkan untuk saling menghormati dengan segala perbedaan yang ada.

3. Apa yang kita minta belum tentu di beri atau di belikan

Saya masih begitu ingat, baik diri saya sendiri maupun ayah ibu saya termasuk om dan tante. Sedikit cerita dari ibu, suatu saat ibu merengek minta sesuatu yang di punyai temannya. Namun hal itu tidak langsung dibelikan oleh kakek, karena untuk mendapatkannya tidak mudah. 

Untuk meminta ternyata ada syaratnya, ibu harus cari rumput untuk sapi selama sebulan. Saya juga ingat, saya minta sesuatu dan di awali dengan pekerjaan yang di berikan. Saya harus menyapu halaman dan mencuci piring untuk anggota keluarga di rumah.

Melihat pola itu semua maka akan timbul sisi positifnya. Dengan begitu, kita ataupun saya sebagai anak punya usaha untuk mendapatkan reward istilahnya. Jika sudah di dapatkan dari permintaan itu akan timbul rasa syukur. 

Sebelum mendapatkan yang saya inginkan, maka timbul sebuah kesabaran. Apabila sudah tercapai, juga timbul bagaiman cara merawat fasilitas yang sudah ada.

4. Main di luar bersama teman

Saya ingat bahwa bermain bersama teman adalah kenangan yang tidak bisa hilang. Main bola di lapangan berdebu ataupun mandi di sungai yang kadang kotor. 

Hal itu benar-benar sebuah kebabasan yang menyenangkan. Walaupun pernah kena tegur juga, karena pulang hampir gelap, badan kotor semua. Pernah juga mandi bersama sapi, kena tegur kakek dan pulangnya telanjang badan. 

Sekali lagi hal itu mengajarkan saya tentang efektifya waktu. Bagaiman kita di beri kebebasan tetapi harus pulang tepat waktu. Kita juga tahu tentang kesehatan. saat kotor bagaiman kita harus bersih kembali. Juga menjadi tahu hal  yang boleh dilakukan dan tidak boleh di lakukan. 

Bermain di luar juga mampu membentuk karakter saya dalam bersosialisasi dengan orang lain, bekerjasama dan komunikasi dengan orang lain.

5. Makan malam bersama dan kebersihan setelah selesai

Makan malam bersama aku nikmati sejak saya kecil, baik dirumah sendiri maupun di rumah kakek nenek. Semua itu harus kita jalani secara terus menerus, kadang sudah sangat lapar tapi tidak berani mendahului kalau ayah belum di meja makan. 

Kata ayah, di meja makan itu bisa menceritakan segala hal. Bisa saling bercerita, lain dengan sekarang. 

Satu hal yang tidak bisa dilewatkan, setelah kita semua selesai makan. Piring yang kita pakai harus dibersihkan sendiri. Ibu selalu bilang, "Kalau piring makanmu kotor, besok makan juga dengan piring kotor".

Kumpul di meja makan tapi masih bermain handphone. Untuk sekarang mungkin agak sulit untuk berkumpul bersama di meja makan. Karena kesibukan kita sendiri, istri kita yang barangkali bekerja dan dunia anak kita yang sudah berbeda. Tetapi kumpul bersama untuk makan bareng bisa kita lakukan di akhir pekan.

Hal dapat saya petik adalah, kita bisa sharing saat berkumpul setelah makan bersama. Kita juga ddi ajak untuk bersikap mandiri, bhwa suatu saat segala sesuatu ada hal-hal yang harus kita lakukan sendiri.

Salah satunya adalah perihal rasa tanggung jawab dan saling membantu. Ibu kita sudah masak, bersih-bersih rumah. Hanya satu piring dan sendok makan apakah tidak bisa kita cuci sendiri. Hal itu akan melatih kita untuk saling membantu. 

6. Melakukan pekerjaan rumah

Saya barangkali mendapatkan orangtua yang lumayan agak santai, tetapi kakek agak sedikit "kejam." Baik ayah ataupun kakek tidak ada yang namanya  Asisten Rumah Tangga. Sehingga segala sesuatunya semua pekerjaan rumah harus dibagi rata pada semua anggota keluarga. Jika ada yang membangkang? Ayah langsung menegurnya. Jadi ingat sama paman aku, tidak mengerjakan yang menjadi tanggung jawabnya, langsung kakek marah besar.

Hal itu saya lakukan sejak SD. Jadi sudah hal yang biasa jika saya menyapu halaman, mengepel, menyiram bunga dan bahkan terkadang masak sayur. walaupun saya seorang ayah bagi kedua anak saya, tetapi hal itu bukan merupakan sesuatu yang buruk buat saya. Saat ini saya begitu menikmati hasil didikan ayah, ibu ataupun kakek.

Sehingga  hal yang sama masih saya terapkan terhadap kedua anak saya. Bagaiman dia menyapu lantai rumah, mengepel, membersihkan kaca, mencuci piring ataupun menjemur pakaian. Bahkan tak jarang kedua anak saya di beri tugas mamanya persi belanja ke pasar. Saya yakin dan percaya bekal itu akan sangat berguna untuk kehidupannya. 

Saya percaya, karena kedua anak saya yang sudah kuliah dan berasrama, mampu menjalani itu semua dengan baik. Soft skill seperti itu, percaya tidak percaya, kelak anak akan bertahan menghadapi kerasnya dunia dan lebih mandiri.

7. Pendidikan penting dan nilai akademik harus tinggi

Apa yang di maksud dengan kalimat di atas. Keluarga kakek adalah keluarga petani, harapannya anak cucunya harus sekolah tinggi, berhasil jadi orang bekerja mapan. Itu harapan orang kampung pada umunya, untuk meningkatkan kwalitas hidup keluarga. Pendidikan tinggi untuk orang desa akan meningkatkan strata sosial. 

Sehingga kakek berusaha menyekolahkan ayah atau ibu sampai jenjang yang tinggi. Saya begitu ingat, jika paman saya bolos sekolah, langsung saja kakek marah besar. Istilahnya yang penting kamu sekolah nilai bagus. 

Anggapannya dengan nilai bagus semuanya akan lancar dan mudah. Pola ini terkadang membuat anak-anak di masa dulu sumuran saya, takut jika nilai jelek. 

Untuk masa sekarang mungkin bisa lebih lunak, nilai jelek tidak apa-apa. Yang terpenting anak tsb paham akan ilmu, sikapnya masih baik, etika terjaga. Tetapi juga tidak ada salahnya jika akademik di tuntut bagus, karena kita bisa ada nilai lebih. 

Yang terpenting anak mampu mengenal kemampuannya sendiri. Jika dulu kita semua di paksa untuk mampu, walaupun kemampuan daya pikir kita terbatas. Hal itu di sebabkan karena keterbatasan sarana dan prasarana penunjang untuk maju.

Tetapi intinya nilai sopan santun, etika, saling menghormati didapatkan dari sebuah pendidikan yang menunjang.

8. Gagal dan kecewa adalah hal biasa

Yang namanya kegagalan masa dulu adalah hal biasa, yang terkadang kita semua jauh dari solusi agar tidak kembali gagal. Hal itu mungkin sebuah kewajaran di era itu, karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan dari orang tua kita.

Hal itu masih bisa kita terapkan pada anak kita, jika gagal tidak harus segera di tolong. Karena sewaktu dulu kita gagal, akan muncul kepribadian yang kuat dari kita, berani bertarung dn berani ambil resiko.

Ketika kita selalu melindungi anak-anak dari  perbuatan mereka, akan timbul sikap manja anak kita. Jika hal itu terjadi kita menghilangkan  kesempatan mereka rasa percaya diri dan menyelesaikan masalahnya sendiri

Teman kompasianers....pola asuh era dulu tidak selamanya kolot ataupun kuno. Ada beberap hal yang masih bisa kita terapkan untuk masa sekarang ini. Yang patut saya syukuri dengan kondisi waktu itu, saya bisa ambil sisi positifnya untuk perkembangan anak saya. 

Dari itu semua, kakek saya bisa melihat hasilnya dari anak cucu dan cicitnya di surga....Terimakasih kakung, semua ayah dan semua ibu di keluargaku. Berbeda etnis, suku dan agama bukan halangan ataupun sekat untuk menjauh, tetapi semakin dekat.

Oleh-oleh lebaran dari Boyolali

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun