Pada suatu hari, untuk menutupi kebutuhan keluarga, keluarga Gregor berniat untuk menyewakan salah satu kamar apartemen mereka. Niatan itu akhirnya terkabulkan. Beberapa orang lelaki berkenan untuk membayar kamar tersebut.
Gregor pun demikian bahagia sebab ada solusi untuk menyelamatkan keluarganya. Memang ia tak mampu berbuat sesuatu, tak mampu urun rembug, namun sekali lagi dengan menguping segala pembicaraan perihal persoalan itu, ia pun dapat memahami dengan gembira.
Sayangnya kebahagiaan Gregor tak berlangsung lama. Pada suatu malam, para penyewa kamar meminta adik Gregor untuk memainkan biola dihadapan mereka. Permainan yang begitu menghanyutkan para tamu dan juga memikat Gregor untuk bergabung.
Melalui pintu yang terbuka, Gregor turut serta dalam pertunjukan yang menawan itu. Ia ingin turut serta menyaksikan kebolehan adiknya. Namun apa mau dikata, ia binatang menjijikan. Para penyewa tak sudi tidur di rumah bersama dengan binatang menjijikan itu. Pada akhirnya, mereka pun batal menyewa kamar tersebut.
Keluarga Gregor kecewa bukan main. Mereka pun berencana untuk menyingkirkannya. Gregor yang malang, ia yang dulu pahlawan, kini bukanlah apa-apa. Nasib sial yang tak dapat ditolak itu menjadi sebab utama. Keluarga mereka berencana untuk menghabisinya. Namun, sebelum semuanya terjadi, Gregor telah mati untuk selama-lamanya.
Kebaikan Gregor tak lagi ketitik, tertutup oleh nasib sial yang tak pernah ia minta. Namun demikianlah manusia, terkadang memang lupa dengan kebajikan orang lain ketika hal buruk menimpanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H