Mohon tunggu...
Tohirin Sanmiharja
Tohirin Sanmiharja Mohon Tunggu... -

Tohirin Sanmiharja, Dosen al-Islam-Kemuhammadiyahan, Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA, Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Mengenal dan Berkomunikasi dengan Allah

2 Januari 2014   21:02 Diperbarui: 4 April 2017   17:11 29343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PENGANTAR

Salah satu hal penting yang harus dipahami oleh setiap Muslim adalah tentang Allah dan para rasul-Nya. Pemahaman ini merupakan asas akidah. Barangkali sudah banyak yang tahu tentang Allah, tapi terkadang hanya sekedar tahu, hanya ikut-ikutan. Kalau disuruh menjelaskan siapa Allah tidak tahu. Hal ini disebabkan karena banyak diantara kita yang Islam-nya hanya bersifat Islam keturunan. Memang benar, awalnya barangkali keislaman kita memanga karena faktor keturunan. Tapi pada usia yang sudah dewasa, kita wajib mengetahui sendiri tentang Allah. Keimanan kita harus didasarkan atas keyakinan kita sendiri melalui berbagai pemahaman yang kita dapatkan.

MENGENAL ALLAH

Sebelumnya saya ingin memberikan ilustrasi begini: kalau Anda berkenalan dengan orang apayang Anda lakukan? Pertama-tama pasti ingin tahu namanya, ya? Lantas apa lagi? Alamat atau tempat tinggalnya. Kemudian nomor telepon atau hp-nya, atau apa pun yang memudahkan kita berkomunikasi dengannnya. Mengapa berkomunikasi penting? Karena kalau hanya berkenalan sekilas, sekedar tahu namanya tanpa menjalin komunikasi lagi biasanya akan mudah lupa dan di kemudian hari merasa tak pernah berkenalan dengannya. Anda pernah berkenalan dengan orang penting kan? Pejabat misalnya, pemimpin perusahaan, atau dosen pembimbing Anda misalnya. Apa yang seharusnya Anda lakukan saat berkenalan dengannya? Minta kartu nama. Kartu nama mereka sangat penting karena kita sangat butuh untuk menjalin hubungan dengan orang-orang penting ini.

Nah, Tuhan itu lebih dari sekedar penting, tapi sangat penting. Setidaknya karena kita sangat berkepentingan untuk menjalin komunikasi dengan-Nya. Dengan demikian sekarang menjadi jelas bahwa kita harus mengenal-Nya lebih dekat. Kita harus tahu nama Tuhan yang sebenarnya, minta alamatnya, minta kartu namanya, dan sering menghubungi-Nya agar kita akrab dengan-Nya. Kalau Anda kenal dengan banyak orang penting di negeri ini apa coba yang akan Anda dapat? Mudah mendapat pekerjaan, mudah naik pangkat, dan banyak kemudahan-kemudahan lain. Nah, demikian juga kalau kita dekat dengan Tuhan tentunya akan memudahkan kita dalam segala hal. Karena Dia-lah yang mengatur segalanya.

NAMA TUHAN YANG BENAR

Pada pembahasan yang lalu kita telah menjumpai pembahasan tentang pencarian manusia atas Tuhan. Lain orang lain pendapatnya. Lain kepercayaan lain pula Tuhannya. Ada yang menamakan Tuhan mereka dengan Latta, Uzza, Yahweh, Ahuramazda, Dewa Brahma, Dewa Ra, ada juga yang memanggil dengan Tuhan Bapa, dan seterusnya. Lantas mana nama Tuhan yang benar? Nama Tuhan yang benar adalah nama yang disebutkan oleh Tuhan itu sendiri. Dalam wahyu-Nya, al-Qur’an, Tuhan telah menyatakan bahwa namanya adalah Allah. Mengapa menurut al-Quran, tidak menurut kitab yang lain? Karena sekarang ini berdasarkan berbagai bukti hanya al-Quran kitab yang masih murni. Jadi Allah bisa dibilang “nama asli” Tuhan. Karena Allah adalah nama, maka dalam terjemahan bahasa Inggris misalnya tak boleh diterjemahkan dengan God (Tuhan), tapi tetap Allah. Allah berfirman: “Sesungguhnya aku Allah, tiada Tuhan yang wajib disembah kecuali aku. Maka sembahlah aku dan dirikan shalat untuk mengingatku”. (QS. Thoha [20]: 14).

ASMAUL HUSNA

Selain nama “Allah”, Tuhan kita juga memperkenalkan nama-nama lain yang disebut dengan Asmaul Husna (nama-nama yang penuh kebaikan). Mudahnya kita dapat memahami bahwa Allah itu nama asli sedangkan Asmaul Husna nama panggilan. Allah berkenan kita memanggilnya dengan nama-nama ini. Allah berfirman: Allah mempunyai Asmaul Husna, maka bermohonlah kepadanya dengan menyebut Asmaul Husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-Nya. Nanti merekaakan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan (QS. Al A’raf [7]: 180).Asmaul Husna adalah nama Allah yang mengandung kemukjizatan. Gunakan Asmaul Husna jika kita berdoa kepada-Nya. Asmaul Husna ini jumlahnya ada 99, yaitu ar-Rahman (Dzat Yang Maha Pengasih), ar-Rahim (Dzat Yang Maha Penyayang), dan seterusnya (selengkapnya baca buku: Asmaul Husna, Cara Memahami dan Mentafakurinya). Asmaul Husna ini juga sekaligus merupakan sifat-sifat Allah.

KEBERADAAN ALLAH

Dari mana dan di manakah Allah? Pertanyaan ini penting agar kita bisa mengunjunginya. Kita, manusia tentu tidak pernah tahu Allah di mana jika saja Allah sendiri tidak memberitahunya. Untungnya Allah memberitahu kita dalam firman-Nya: Jika kamu (Muhammad) ditanya oleh hamba-Ku tentang Aku, maka katakanlah bahwa Aku adalah dekat dan Aku akan mengabulkan setiap permintaan (hamba-Ku). Maka ikutilah perintah-Ku dan berimanlah kepada-Ku, agar kamu memperoleh petunjuk (QS. al-Baqarah [2]: 186). Jelas sekali. Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa Dia dekat dengan kita. Dia senantiasa berada dekat dengan kita, senantiasa bersama kita. Saat Nabi dikejar-kejar kaum kafir, pada saat beliau bersembunyi di gua tsur, Abu Bakar yang menemani beliau mencekat ketakutan. Tapi Nabi dengan tenang menasihati Abu Bakar: Wahai Abu Bakar, jangan takut, Allah senentiasa bersama kita. Baiklah, sekarang Anda sedang apa? Bersama siapa? Sedang baca tulisan ini, kan? Apa Anda sedang sendirian? Kalau iya, sesungguhnya Anda tak sendirian. Di tempat Anda duduk, di dekat Anda ada Allah. Jadi kita sebenarnya tak pernah sendiri. Dia selalu menyertai kita, mengawasi kita, menjaga kita.

CARA MENGIMANI ASMA DAN SIFAT ALLAH

Memang benar bahwa Allah mempunyai sifat-sifat sebagaimana yang disebutkan dalam Asmaul Husna. Misalnya al-Bashir (Maha Melihat), as-Sami (Maha Mendengar). Sifat-sifat ini (secara terbatas) memang ada pada manusia. Manusia juga makhluk yang dapat melihat, dapat mendengar. Tapi di sini kita tak boleh beranggapan bahwa sifat “mendengar”-nya Allah itu mirip dengan manusia. Sama sekali tak boleh. Mendengar-nya Allah, melihatnya Allah pasti berbeda dengan makhluk. Pendengaran makhluk terbatas, tapi pendengaran Allah tak terbatas, dan seterusnya. Prinsipnya, kita tak boleh menyerupakan Allah dengan makhluk. Apalagi membuat patung yang diumpamakan Allah kemudian menyembahNya. Sama sekali tak boleh!

CARA BERKOMUNIKASI DENGAN ALLAH

Inilah bagian yang paling penting dari pembahasan ini. Mudahnya saya ibaratkan begini: jika Anda berkenalan dengan seseorang dan ternyata Anda belum terlalu mengenalnya itu tak mengapa. Malah wajar saja jika perkenalan itu baru sebentar. Tapi kita bisa mengenalnya lebih lanjut jika kita sering berkomunikasi dengannya. Jadi, barangkali kita tak terlalu paham dengan sifat-sifat dan asma Allah di atas. Tak mengapa, asalkan kita sering berkomunikasi dengan-Nya, pasti kita akan mengenalnya dengan baik.

Lantas bagaimana cara berkomunikasi dengan Allah? Allah telah memberitahu kepada kita bahwa Dia menyediakan waktu reguler bagi para hamba-Nya untuk datang kepadanya lima waktu dalam sehari. Datang berkomunikasi dengan Allah tentu tak sama dengan berkomunikasi dengan manusia. Allah telah memberitahu bagaimana cara berkomunikasi dengan-Nya dengan apa yang disebut dengan shalat. Jadi shalat adalah cara unik yang khusus dibuat Allah bagi para hamba-Nya untuk berkomunikasi dengan-Nya. Kalau shalat merupakan kebutuhan manusia untuk datang kepada Allah dan berkomunikasi dengan-Nya, mengapa diwajibkan? Bukankah lebih baik dibebaskan saja kapan mau datang sewaktu-waktu butuh?

Begini, manusia itu lebih sering didominasi oleh nafsunya, bahkan terkadang untuk hal-hal yang bermanfaat buat dirinya saja malah dia tidak mau. Kalau manusia memang cenderung sebagai makhluk yang sadar, mengapa di dunia ini mesti banyak aturan-aturan? Sekarang ambil contoh begini, mengapa mahasiswa mesti diwajibkan masuk kelas? Mengapa mesti diabsen segala? Karena kalau tidak begitu lebih banyak yang tak sadar untuk masuk kuliah. Kalau kuliah dibebaskan boleh datang semaunya, jangan-jangan tak ada yang datang. Padahal masuk kelas, belajar dengan tekun dan disipilin adalah hal-hal yang sangat bermanfaat buat dirinya. Tapi manusia lebih banyak malasnya. Kalau dibiarkan apa jadinya.

Nah, demikian dengan kewajiban-kewajiban dari Allah, termasuk salah satunya shalat. Shalat itu adalah untuk kebaikan manusia. Allah mengharuskan manusia shalat untuk kebaikan manusia itu sendiri, bukan untuk Allah. Kalau dipikir-pikir, Allah itu malah tak pernah istirahat. Setiap waktu ia selalu melayani manusia. Bahkan kapan saja manusia datang selalu ia layani. Bahkan Allah masih sempat meluangkan waktu khusus untuk hamba-hamba-Nya yang ingin datang secara khusus kepada-Nya. Allah menyarankan supaya datang tengah malam, dikala sepi dengan melakukan shalat tahajud. Jadi Allah Tuhan Yang Maha Sibuk yang senantiasa memperhatikan kebutuhan manusia. Bagaimana mungkin kita yang diperhatikan malah malas. Apakah kita manusa yang tak tahu diri? Kalau diibaratkan nomor telepon, shalat adalah nomor telepon Allah. Nomornya adalah: 44342 (4 rakaat shalat zuhur, 4 rakaat shalat asar, 3 rakaat shalat maghrib, 4 rakaat shalat isa, dan 2 rakaat shalat subuh). Cara shalat harus sesuai dengan yang diajarkan Nabi Muhammad SAW. Tak boleh diubah. Sama seperti nomor telepon. Kalau diubah satu digit saja pasti tak akan nyambung.

Bagaimana dengan orang yang menyembah Tuhan dengan selain shalat?Agama non Islam misalnya. Dia berarti telepon Tuhan dengan nomor selain nomor Tuhan yang benar. Apa nyambung? Nyambung. Tapi yang menerima berarti bukan Tuhan. Salah sambung namanya. Artinya dia menghubungi Tuhan yang salah, menyembah Tuhan yang salah alias bukan Tuhan yang ia hubungi. (Lebih lengkap baca buku: Shalat, Cara Khusus Berkomunikasi dengan Allah).

MENGIMANI ALLAH DENGAN MENTAFAKURI CIPTANNYA

Mengenal Allah dengan cara-cara di atas adalah mengenal Allah secara normatif, yakni mengenal Allah sesuai dengan petunjukNya dalah ayat qauliyyah (al-Quran). Ada juga cara lain untuk mengenal Allah dengan memikirkan semesta alam. Alam raya ini adalah juga “ayat Allah” yang disebut dengan ayat kauniyyah. Apa artinya ayat? Ayat adalah “tanda”. Allah SWT berfirman: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (QS. Ali Imran [3]: 190). Jadi, ala mini adalah tanda keberadaan Allah, tanda adanya Allah.

Banyak sekali dari ala mini yang kalau kita renungi secara mendalam kita benar-benar tahu bahwa semua itu pasti ada yang menciptkan, ada skenario besar di balik ala mini. Alam ini diciptakan dan dirancang untuk tujuan tertentu. Ada pengatur dan penguasa yang Maha Hebat di balik alam semesta ini. Coba perhatikan misalnya silih bergantinya siang dan malam seperti disebutkan dalam ayat di atas. Matahari setiap pagi terbiat dan pada sore hari terbenam secara teratur. Siang dan malam jelas diatur secara sengaja oleh kekuatan hebat dan super canggih. Siapa itu? Orang yang tak percaya Allah menjawab “hukum alam”. Iya betul memang hukum alam. Tapi masa iya semua itu berjalan otomatis saja. Hebat amat ala mini? Memang tahu apa alam si benda mati ini dengan siang dan malam? Jadi siapa yang ciptakan hukum alam ini? Di sinilah kita menjadi tahu bahwa ala mini adalah ayat, tanda. Tanda bahwa ada kekuatan Maha Hebat yang mencipta dan mengatur alam ini. Dia-lah Allah.

HAKIKAT MENGENAL ALLAH

Terakhir saya hendak menggarisbawahi bahwa mengenal Allah dengan cara-cara di atas barangkali tergolong yang paling dangkal, baru pada kulit permukaannya saja. Secara umum penjelasan di atas masih didasarkan atas alasan-alasan yang bersifat rasional. Namun demikian ini semua penting lantaran ini adalah pintu masuk untuk mengenal Allah lebih dalam lagi.

Apa yang dimaksud mengenal Allah lebih dalam? Mengenal Allah lebih dalam adalah mengenal-Nya dengan mata batin, mengenal-Nya dengan indera keenam. Orang-orang yang sudah sangat dekat dengan Allah dapat menyaksikan keberadaan Allah dengan mata batinnya. Rasulullah dan para waliyullah adalah orang-orang yang dapat menjumpai Allah dengan indera keenam. Kita seringkali lupa bahwa kita mempunyai mata batin. Kita tak pernah melatihnya sehingga mata batin kita buta. Mata batin ini sering disebut dengan hati. Lantas bagaimana melatih mata batin ini agar dapat menemui Allah dengannya? Caranya adalah dengan melakukan apa yang disebut dengan “riyadhah” atau olah batin. Bukan di sini rasanya untuk menjelaskan semuanya. Lain kali di pembahasan khusus kita bisa bicarakan lagi tentang olah batin ini.[]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun