Mohon tunggu...
Ahmad Junaldi
Ahmad Junaldi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Waktu kuliah suka bermain angka (jurusan manajemen keuangan) tetapi sekarang lebih suka bermain kata.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sumpah Pemuda, Kabarmu Kini

15 Oktober 2022   09:01 Diperbarui: 15 Oktober 2022   09:06 516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pada tanggal 27 hingga 28 Oktober 1928, seluruh pemuda pemudi Indonesia mengadakan sebuah kongres pemuda di Jakarta yang nantinya melahirkan sebuah ikrar bernama "Sumpah Pemuda"( https://id.m.wikipedia.org/wiki/Sumpah_Pemuda ). Bunyi dari ikrar sumpah pemuda tersebut sepertinya tidak perlu saya tulis disini karena setiap dari kita tentu sudah hafal di luar kepala, atau kalau tidak hafal bisa dicari situs pencarian online. 

Pada saat itu, tahun 1928, Belanda masih berkuasa di Indonesia karenanya tidak ada kata-kata berbau merdeka dalam ikrar tersebut. Bermain tikus dan kucing di depan Belanda, sungguh luar biasa semangat para pendahulu. Namun, saya tidak akan mencoba mengulang sejarah Sumpah Pemuda tersebut karena sudah banyak yang membahasnya.

Artinya apa? Setiap tahun terlebih pada bulan peringatan Sumpah Pemuda, akan banyak sekali munculnya pembahasan tentang Sumpah Pemuda. Membahas tentang sejarah, makna, arti, kenapa, dimana, segala sesuatu yang berkaitan dengan pola 5W+1H dalam sebuah berita. 

Pernahkah kita sebagai pemuda pemudi masa kini mengambil pelajaran dan makna dari Ikrar Sumpah Pemuda tersebut? Kalau waktu masih sekolah, sih, iya. 

Banyak makna yang kita temukan dalam Sumpah Pemuda, setelah tamat pendidikan sekolah menengah apa yang kita maknai itu juga ikut tamat. 

Katanya sudah tidak muda lagi, katanya sudah bukan pelajar lagi. Miris, Sumpah Pemuda hanya dijadikan peringatan setiap tahun tanpa mengambil manfaat apa-apa. Seperti terpaksa karena masih berstatus pelajar sekolah. Apa jadinya jika generasi penerus bersikap seperti ini kepada penerus berikutnya? Mungkin saja sejarah Sumpah Pemuda tidak lagi dikenang apalagi dimaknai.

Di masa yang penuh teknologi ini seharusnya pemuda pemudi harapan orang tua lebih peka terhadap segala yang terjadi di sekelilingnya. Jangan ada lagi "itu bukan urusan gue" di pikiran masing-masing kita. Jangan menjadi manusia apatis, tidak peduli pada kondisi negeri. 

Bung Karno pernah meminta 10 pemuda untuk mengguncangkan dunia. Coba pikir, hanya dengan 10 orang Bung Karno yakin bisa memorak-porandakan dunia. Hebatkan? Begitu luar biasanya pemuda pada jaman dahulu kala sebelum internet melanda. Tidakkah kita malu pada orang-orang yang seharusnya sudah renta? Mereka mampu, kenapa kita tidak bisa lebih?

Permasalahannya adalah pemuda Indonesia semakin krisis identitas. Tidak lagi memiliki kehormatan bagaikan ksatria berkuda. Fokus pemuda sekarang sudah berubah, dari maju bersama menjadi maju sendiri-sendiri, kalau bisa tidak ada lawan lagi. Saling menjatuhkan diantara mereka, sehingga tidak lagi ada persatuan sesama pemuda. 

Teknologi yang maju hanya dimanfaatkan untuk sesuatu yang tidak berguna, contohnya bergoyang-goyang tidak jelas di layar kaca demi bayaran yang tidak seberapa. Itu baru satu contoh yang hampir setiap hari dilakukan generasi masa kini. Banyak lagi hal-hal tidak berguna yang terjadi tanpa mereka sadari. Teknologi malah menjerumuskan diri sendiri.

Kembali lagi kepada memaknai Sumpah Pemuda. Bertumpah darah satu Indonesia, Berbangsa satu Indonesia, dan berbahasa satu Indonesia. Tidak usah jauh-jauh untuk memaknainya, lihat saja ke dalam diri sendiri, sudahkah kita Indonesia? Ataukah tanpa sadar kita telah dijual oleh pemuda pemudi generasi sebelumnya? Sepuluh pemuda bisa mengguncang dunia. 

Benar kata Bung Karno, bahwa pemuda adalah tonggak dari sebuah negara. Jangan percayakan nasib bangsa kepada mereka para orang tua. Tidak akan ada perubahan karena pola pikirnya sudah tidak sesuai dengan masanya. Bara semangat pemuda masih ditunggu oleh negeri yang hampir mati ini. 

Sekarang kita sebagai pemuda pemudi bangsa tinggal memilih, mengikuti para orang tua yang kolot atau mendobrak tradisi dengan melangkah maju sebagai tonggak kekuatan bangsa? Jangan merasa malu dan tidak percaya diri karena masih muda, justru karena masih muda maknya masih bisa berpikir berkemajuan untuk masa depan dan generasi berikutnya.

Sumpah Pemuda tidak hanya sekadar peringatan tahunan dengan upacara bendera. Banyak hal-hal positif yang bisa kita lakukan sebagai pemuda harapan bangsa di masa depan. Jangan mau diperlakukan seperti anak kecil yang belum bisa berjalan. Kita adalah penguasa sebenarnya di negeri ini. Perlukah diingatkan dengan bulan Mei tahun 1998? Semoga saja pemuda pemudi Indonesia bisa bangkit tanpa ada tekanan darimanapun.

Padang, oktober 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun