Mohon tunggu...
Mas Teddy
Mas Teddy Mohon Tunggu... Buruh - Be Who You Are

- semakin banyak kamu belajar akan semakin sadarlah betapa sedikitnya yang kamu ketahui. - melatih kesabaran dengan main game jigsaw puzzle. - admin blog https://umarkayam.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tentang 7,0-5,4 dan 6,2 Skala Richter

12 Agustus 2018   13:48 Diperbarui: 12 Agustus 2018   14:39 700
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kondisi salah satu toko di pusat bisnis kota Mataram, Cakranegara, pasca gempa 6,2 SR, Kamis 9 Agustus 2018 (foto kiriman seorang teman di WAG)

Minggu, 5 Agustus 2018. Saat sholat subuh di masjid saya merasa ada yang kurang beres dengan kepala saya. Rasanya kok seperti mau berputar.

"Waduh, jangan-jangan gejala vertigo, nih" batin saya.

Begitu selesai sholat, saya tidak banyak berdo'a dan memilih cepat pulang. Ketika saya lapor istri saya tentang apa yang saya rasakan, istri saya menyarankan untuk tidur kembali. Saya pun tidur lagi. Siapa tahu begitu nanti bangun rasa sakit itu hilang sendiri.

Ketika saya bangun sekitar jam 08.00 pagi, saya masih merasa kepala ini berputar. Akhirnya istri saya minta tolong dokter muda, anak tetangga untuk memeriksa kondisi saya. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa tekanan darah saya sedang naik. Saya pun diberi obat penurun tensi dan menyarankan saya untuk tiduran saja.

Sore hari, saya sudah merasa agak enakan tapi belum berani pergi ke masjid untuk sholat maghrib. Selesai makan dan minum obat, saya pun tidur-tiduran di depan TV, sampai akhirnya tertidur.

"Pah, pah, gempa, pah!" teriak istri saya. Ketika saya buka mata, saya lihat istri saya berusaha menarik saya yang masih dalam posisi tidur. Saya pun berusaha berdiri.

Saya merasakan goncangan yang luar biasa. Baru beberapa langkah, tiba-tiba listrik padam. Saya dengar teriakan dan jeritan di luar rumah. Ada sesuatu yang jatuh mengenai badan saya, tapi saya tidak tahu benda apa itu. Dalam kegelapan saya dan istri terus berusaha keluar rumah. Sampai di teras rumah saya duduk, bersandar pada kolom teras. Menenangkan diri.

"Anak-anak mana?" tanya saya sambil terus berpegangan dengan istri.

"Arif, pegang adikmu!" teriak istri saya kepada si sulung. Rupanya mereka sudah di luar rumah. Di jalan depan rumah.

Gelap gulita. Kepanikan pun melanda. Masih terdengar suara-suara benda keras beradu. Jendela, pagar rumah, atap garasi masih mengeluarkan suara-suara yang menandakan masih ada guncangan. Ada yang menangis, ada yang langsung ingat Sang Maha Kuasa dengan menyebut-Nya. Saya pun ajak istri dan anak-anak untuk duduk di jalan depan rumah. Sakit kepala saya pun langsung hilang.

Setelah suasana agak reda, banyak yang langsung menyalakan telepon. Ada yang memanfaatkan sebagai senter sebagai sumber cahaya seadanya. Ada juga yang langsung cek info dari BMKG.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun