Mohon tunggu...
Mas Teddy
Mas Teddy Mohon Tunggu... Buruh - Be Who You Are

- semakin banyak kamu belajar akan semakin sadarlah betapa sedikitnya yang kamu ketahui. - melatih kesabaran dengan main game jigsaw puzzle. - admin blog https://umarkayam.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Uang Logam Kita yang Tak Berharga

21 Mei 2012   03:52 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:01 1732
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertama kali mengalaminya, saya nggak terlalu perhatikan. Tapi setelah beberapa kali mengalami hal yang hampir sama, saya mulai berpikir, jangan-jangan memang betul. Uang recehan logam sudah tidak ada harganya lagi.

Kejadian pertama. Suatu hari datang seorang pengemis. Saya perhatikan, usianya belum terlalu tua. Fisiknya pun juga masih cukup segar dan kuat. Saya bilang pada anak saya supaya memberinya uang. Anak saya mengacungkan dua keping uang logam Rp. 500,- untuk konfirmasi ke saya. Saya iyakan. Tetapi apa yang terjadi, justru membuat saya kaget. Uang tersebut langsung dibuang di parit depan rumah.

"Kurang ajar ! Gak tau diri !" batin saya.

Saya yang kerja setengah mati aja, masih mau terima, kok. Ini tinggal minta aja gak mau terima. Ingin rasanya saya marah, tapi si pengemis sudah terlalu jauh.

Kejadian ke dua. Selesai urusan di sebuah bank, saya mendapat seikat uang logam sebagai kembalian. Saya itung, 5 buah uang logam Rp. 200,- yang diikat jadi satu dengan selotip. Di tempat parkir, semua uang logam tersebut saya serahkan ke tukang parkir. Di luar dugaan saya,

"Tukar uang kertas, Pak. Dah gak laku uang receh begini." katanya.

"Gak laku gimana ? Ini uang dari bank !" bantahku.

"Iya, tapi di rumah anak-anak dah gak mau terima, Pak."

Kejadian ke tiga. Suatu sore anak saya minta beli mainan ke Pak Bas (sebutan untuk penjual mainan anak keliling). Lagi, saya kasih anak saya 5 keping uang Rp. 200,- dan 1 keping uang Rp. 500,-. Laporan anak saya setali tiga uang dengan kedua kejadian di atas. Pak Bas tidak mau terima uang logam recehan.

Kejadian ke empat lebih konyol lagi. Kejadian ini menimpa kakak saya. Kakak saya bermaksud beli meterai 6000 di kantor pos. Dan dibayar dengan 12 keping uang logam Rp. 500,-. Si Mbak petugas loket bilang,

"Pakai uang cash aja, Pak."

"Apa maksudnya uang cash, Mbak ?"

"Uang pas, Pak."

"Lho, ini juga pas Mbak. Coba itung. Pas Rp. 6.000,- khan !"

Mungkin karena banyak pengunjung kantor pos yang memandangi si Mbak, akhirnya uang tersebut diterima juga.

Ini sebagian kisah nyata yang menggambarkan betapa tidak berharganya uang logam kita. Bahkan di beberapa tempat uang logam ini sudah digantikan dengan permen. Jangan-jangan ini pula yang dijadikan salah satu alasan pihak Bank Indonesia yang berencana akan me"redominasi" mata uang kita. Akankah uang logam kita nasibnya akan berakhir menjadi (sekedar) "alat untuk kerokan" ?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun