Bahkan dalam tulisannya tradisi oleh-oleh ini ada kaitannya dengan wabah korupsi di negeri ini. Demikian cuplikan tulisannya (tulisan selengkapnya bisa dibaca di sini).
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Seorang pengamat ekonomi, yang saya lupa namanya, melihat hubungan yang jelas antara budaya oleh-oleh dengan korupsi di negeri kita. Katanya korupsi di negeri kita baru akan berhenti betul, tuntas sampai ke akarnya, bila budaya oleh-oleh sudah lenyap dari muka bumi negeri kita. Bila pejabat yang bepergian ke luar kota tidak merasa berkewajiban lagi membawa oleh-oleh hèm batik tulis halus buat sang atasan dan kain batik sutera plus selendangnya yang klèngsrèh tanah kepada ibu atasan. Bila pejabat yang bertugas ke luar negeri untuk mengharumkan nama bangsa dan Negara tidak merasa ada beban kultural lagi untuk membawa oleh-oleh jam Pathek Phillips dan kalung amber ekspor asli Rusia buat bapak dan ibu menteri. Bila pengusaha tidak perlu merasa harus membawa oleh-oleh angpo dalam amplop kepada seorang pejabat pada satu sore hari sebelum amplop tender dibuka. Ya, bahkan sebelum oleh-oleh buat seluruh jaringan keluarga sendiri dihentikan, tidak bakalan korupsi di negeri kita akan berhenti.
Wadhuh! Elok dan dahsyat tênanpengamat itu. Pengamat tersebut sudah tidak lagi melihat batasan antara oleh-oleh dan upeti. Meskipun harus diakui juga bahwa semua yang datang membawa barang bawaannya itu sebagai oleh-oleh. Itu berarti istilah oleh-oleh dianggap sebagai istilah yang netral dan tidak mengundang tusukan perasaan. Upeti jelas membawa pesan : untuk sesuatu ada sesuatu. Sang Bupati taklukan membawa upeti kepada sang raja agar tidak diserang wilayahnya. Sang Bupati sekarang membawa oleh-oleh buat bapak Gubernur.Ya, supaya lancar pembangunan wilayahnya …“
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sumbawa, Nopember 2014
Tulisan sebelumnya :
Tulisan berikutnya :
Financial Freedom
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H