[caption id="attachment_339983" align="aligncenter" width="633" caption="http://static.republika.co.id/uploads/images/headline_slide/prabowo-subianto-memberi-hormat-kepada-megawati-soekarnoputri-di-gedung-_140601232654-944.jpg"][/caption]
Terus terang awalnya saya tidak  antusias  mengikuti drama di KPU, dalam pengundian dan penetapan nomer capres-cawapres Indonesia. Karena acaranya lebih banyak seremonial basa-basi yang sudah basi.
Tapi setelah itu ternyata menjadi sangat heboh di televisi dan media sosial, justru yang diangkat bukan hal-hal penting tapi lebih ke arah gestur para capres dan cawapres serta tokoh -tokoh politik indonesia.
Saya tidak mempersoalkan isi pidato dan gaya pidato masing-masing capres dan cawapres karena semuanya pasti ingin mencitrakan baik di mata konstituennya dengan gaya pidatonya masing-masing yang tidak perlu diperdebatkan karena mereka memang sedang menjual diri ke rakyat Indonesia.
Yang menarik bagi saya adalah ibu megawati dan Pak Prabowo.
Pak Prabowo dengan Ibu Megawati
Dulu sangat erat pernah maju bareng di pilpres walau akhirnya kalah.
Prabowo menyalami ibu megawati yang dilihat dari gesturnya kurang berkenan.
Semua orang pasti menyalahkan beliau karena seolah beliau tidak menerima kebaikan orang lain yang memberi salam hormat. Tapi secara pribadi saya tidak menyalahkan toh beliau juga menerima salaman dengan senyum dan beliau juga bukan militer kenapa mesti hormat coba kalo salaman? Pasti dibalas dengan salaman.
Yang menarik lagi menunjukkan bahwa Ibu Megawati konsisten terlepas dari adat ataupun bahasanya tentang basabasi politik, Ibu Mega tetap menunjukkan bahwa jika tidak suka menunjukkan rasa tidak sukanya bukan sebaliknya,  wajar menurut saya, semua orang  juga memilikinya. Banyak kalangan meragukan sikap kenegarawan , sehingga  dipolitisasi sedemikian rupa.  Itulah menurut saya sikap tegas jika tidak suka ya tidak suka bukan Justru jika tidak suka bilang suka adalah kebohongan dan kepura-puraan. Begitu juga dengan Pak Prabowo Jika masih dendam karena batu tulis jangan berpura-pura hormat seolah menghormati padahal sebelumnya menjelek-jelekkan . sehingga kesannya Cuma untuk memenuhi konstituennya agar dilihat sebagai orang yang menghormati senior dan pemaaf. Tapi masih dendam karena perjanjian batu tulis.
Karena semua orang sudah tahu itu adalah pencitraan.
Dan saya respek dengan ibu Mega, meskipun banyak kalangan mencaci dan menganggap beliau bukan seorang negarawan, tapi saya salut dengan pendirian beliau tanpa kepura-puraan.
Memang seharusnya  kita tidak perlu hidup dalam kepura-puraan dan kebohongan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H