Mohon tunggu...
suta
suta Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Haji dan Umrah, Prakteknya Janggalkah

26 Juli 2018   19:06 Diperbarui: 22 Agustus 2018   08:38 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 Proses hukum-hukum Allah seperti jual-beli obyek ciptaan Allah, nikah, waris, serahan keturunan baru manusia atau binatang, dan sebagainya di dalam masjid memerlukan persyaratan berupa pernyataan/iqra' alih kuasa kepada Allah dari pihak-pihak yang berurusan, saksi-saksi pihak Allah yang ber-syahadat (karena Allah bersifat gaib), dan adanya obyek-obyek ciptaan atau kepunyaan Allah. Akhirnya apapun hak kepunyaan Allah dialihkuasakan kembali kepada manusia (hukum shadaqah) menjadi barang pinjaman dari Allah (qardhan thayyiban).

7. Ada rentang bulan khusus yaitu syawal, dzul qaiddah, dan dzul hijjah bahwa semua manusia yang percaya harus menghadiri panggilan (haji) ke masjid-masjid asli milik Allah dimana tempat pribadinya tercatat sebagai hamba dan makhluk Allah untuk pribadinya menyelesaikan urusan semua perkara hukum Allah (umrah) sebagai bentuk penyempurnaan atas kejadian-kejadian perubahan status cipta sebagai makhluk Allah selama setahun dan rutin dilakukan untuk dibersihkan hak Allah dari kuasa manusia dalam rangka menunaikan zakaat fithrah/ciptaan dan menginfaqkan semua rezeki/totalan hitung setoran, serta denda-denda (seperti tutup pembukuan usaha tahunan). 

Selesai urusannya dengan Allah diakhiri dengan shalat hari raya sunnatullah  mengalir (akibat zakaat fithrah/infaq rezeki/denda-denda) dan realisasi shadaqaat oleh tiap pribadi. Inilah pengertian makna tradisi mudik dalam komunitas masyarakat tertentu dan penetapan waktu (bulan) pernikahan.

8. Mewujudkan masjid asli milik Allah yang menyebar pada tiap komunitas yang terukur perlu ada dan permanen agar Allah dapat menempatkan produk hukumNya dan dapat menyelenggarakan hukum-hukumNya yang mutlak kepada manusia yang mau percaya beurusan dengan hak-hak Allah. 

Mensucikan masjid asli adalah memuliakan, mengunggulkan (arfa'), memprioritaskan, atau mendahulukan kepentingan urusan hak-hak Allah dibandingkan dengan urusan perkara hukum relatif buatan manusia seperti undang-undang negara, AD/ART entitas apapun, atau norma keluarga. Masjid haraam adalah rumah-rumah Allah yang aturannya sangat ketat dan harus dihormati benar melebihi aturan rumah-rumah negara atau istana apapun. Manusia yang masuk ke rumah Allah harus tunduk dan patuh pada hukum-hukumNya, jangan melakukan perbuatan tercela/menjurus syirik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun