"Bhinneka Tunggal Ika" adalah semboyan bernegara Indonesia yang secara teori sebenarnya cukup mengagumkan dan terbukti ampuh membangun semangat persatuan.
Dalam Kitab Kakawin Sutasoma karangan Mpu Tantular dimana kalimat itu berasal, kurang lebih memiliki arti "yang (kamu kira) berbeda itu, mereka (sebetulnya) satu".
Tidak ada yang menyangka, sebuah negara dunia ketiga yang masih 'batita' pada waktu itu akan mampu menawarkan konsep bernegara yang terdengar 'berani' semacam itu.
Di sisi lain, para pendiri Indonesia sangat beruntung bisa menemukan 'sesuatu' yang pada saat itu memang sangat dibutuhkan untuk menjahit perbedaan dari seluruh negeri.
Namun daripada disebut hebat, semboyan itu sebenarnya lebih terdengar 'gila' pada masanya. Apalagi semuanya lalu diikat ke dalam sebuah paket negara kesatuan.
Sebuah langkah visioner yang cukup berani dari para pendiri bangsa ini demi menciptakan 'surga' di atas pulau-pulau penuh 'ranjau' bernama keberagaman dan kemajemukan.
Bayangkan, menurut sensus BPS tahun 2010 saja tercatat ada lebih dari 300 kelompok etnis atau suku bangsa, lebih tepatnya terdapat 1.340 suku bangsa di Indonesia.
Ditambah fakta bahwa sebelum negara Indonesia berdiri, masyarakat dari Aceh sampai Papua masih hidup terkotak-kotak mengikuti suku, agama, budaya, dan bahasa masing-masing.
Karena tidak ada satu pun kerajaan-kerajaan nusantara di masa lalu yang pernah punya pengalaman mengelola negara dengan masyarakat yang semajemuk Indonesia.
Bahkan ketika masa Hindia-Belanda, walau masyarakat sudah agak bercampur antar daerah. Pemerintah kolonial masih mengotakkan penduduk dalam kelompok-kelompok.