Ini adalah isu yang sudah lama dan berulang-ulang muncul. Selain itu, publik Malaysia sepertinya masih banyak yang belum bisa menerima bahasa yang kita pakai dengan nama Bahasa Indonesia.
Menganggap Bahasa Indonesia mirip dengan bahasa Melayu adalah hal yang masih bisa dimengerti tetapi jika melihat keduanya sebagai bahasa yang sama itu sudah tidak tepat lagi.
Bahasa Melayu sendiri juga banyak versinya, bukan hanya seperti yang berkembang di Semenanjung Malaysia. Oleh karena itu langkah yang dilakukan Malaysia itu perlu dimatangkan kembali.
Jika Malaysia merasa perlu menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa di ASEAN dan menganggap Bahasa Indonesia sebagai salah satunya maka, perlu diperjelas lagi yang mana yang ingin dipakai.
Kita tidak bisa begitu saja mencampur aduk bahasa Melayu yang dipakai Indonesia, Brunei Darussalam, Singapura, atau Malaysia. Karena sudah terlanjur berkembang dengan cara berbeda.
Pilihan paling logis adalah mengikuti standar bahasa melayu yang berkembang di Indonesia dan mereka harus rela menyebutnya Bahasa Indonesia, bukan Bahasa Melayu atau Melayu Indonesia.
Bukan karena merasa posisinya lebih besar di kawasan ASEAN tetapi lebih untuk memperjelas. Mengingat perbedaan sejarah perkembangan Bahasa Indonesia dibandingkan Melayu versi lainnya.
Bahasa Indonesia juga punya pengguna yang jauh lebih banyak dibandingkan Bahasa Melayu versi lainnya dan sudah terbukti mampu efektif menjadi bahasa pemersatu di Indonesia tanpa masalah.
Selain itu, mencoba mengubah penyebutan Bahasa Indonesia menjadi Bahasa Melayu Indonesia juga bisa menyebabkan masalah yang tidak perlu di dalam negeri Indonesia sendiri.
Keberadaan Bahasa Indonesia selama ini ditopang oleh bahasa-bahasa daerah di Indonesia yang menjaganya dari bawah agar terus hidup dan bertahan, termasuk diantaranya Bahasa Melayu.
Dengan nama "Bahasa Indonesia", 270 juta penduduk Indonesia sukarela menerima dan menggunakannya. Karena dipikirnya, itu bahasa orang Indonesia bukan bahasa suatu suku tertentu.