Pernahkah Anda memiliki ranking (peringkat)? Ranking apa yang Anda miliki? Orang-orang yang sering mengikuti perlombaan atau pertandingan apapun pasti akan menjawab, ya. Peringkat yang mereka miliki mulai dari peringkat 1 sampai 10 biasanya.
Tetapi bagi mereka yang jarang atau bahkan belum pernah mengikuti perlombaan atau pertandingan akan menjawab tidak, walaupun ragu menjawabnya. Padahal apabila seseorang yang pernah mengenyam pendidikan formal mulai dari SD sampai SMA pasti pernah memiliki ranking di rapornya.
Apa yang Anda tanyakan kepada putra putri Anda ketika pulang sekolah? Belajar apa di sekolah? Dapat berapa nilai ulangannya? Dan mungkin pertanyaan-pertanyaan lain yang mengarah kepada penghakiman tentang peringkat. Lalu anak-anak yang memiliki banyak kemalasan akan selalu menghindar dengan jawaban-jawaban yang berupa berbagai alasan sebagai pengganti jawaban yang seharusnya.
Ranking bagi sebagian atau bahkan banyak siswa merupakan suatu yang sangat dihindari. Hanya sedikit siswa yang menghendaki dan mengharapkan publikasi ranking. Mereka yang menghendaki biasanya siswa yang memiliki ranking sepuluh besar. Kemudian mereka akan membandingkan dengan ranking semester sebelumnya.
Yang menduduki ranking pertama akan mengaharapkan bertahan dengan ranking-nya. Sementara yang memiliki ranking kedua dan seterusnya berharap akan bergeser ke ranking yang lebih kecil. Mereka tidak sadar bahwa pengharapannya tersebut akan berakibat kekecewaan bagi yang lainnya. Misalnya Kadrun di semester 1 memiliki ranking 3, sedangkan Kidran memiliki ranking 2 dan Andri menduduki ranking 1.
Pada semester 2 Kadrun memiliki pengharapan memiliki ranking yang lebih kecil. Pengharapan Kadrun terpenuhi, dia mendapat ranking 2. Bukankah Kadrun telah membuat kekecewaan teman lainnya?
Setelah menyelesaikan pendidikan pada jenjang tersebut, mereka akan bersaing dalam memilih sekolah yang dianggap sekolah favorit. Dalam hal ini pun terjadi lagi persaingan antar siswa. Lagi-lagi akan terjadi justifikasi siswa yang tergolong pilihan dan buangan. Padahal persaingan sesungguhnya terjadi dalam menjalakan kehidupannya setelah menyelesaikan pendidikannya. Setelah mereka terjun ke dunia nyata yang sesungguhnya dan melepaskan diri dari orang tua-orang tua mereka. Banyak yang ketika sekolah berkeuntungan menduduki ranking sepuluh besar, tetapi sesudah menghadai dunia masyarakat justru sebaliknya. Pernahkah Anda mengenal teman Anda yang tadinya selalu berada di sepuluh besar tetapi setalah dewasa Anda merasa berada di ranking di atas mereka?
Apakah pendidikan merupakan sebuah kompetisi? Tidak bukan? Nah, pentingnya disadari oleh para pendidik bahwa ranking akan membawa dampak yang tidak sehat dalam dunia pendidikan. Peserta didik akan terpetakan menjadi siswa yang pintar dan bodoh. Ya, memang semua orang dilahirkan tidak dalam kondisi yang sama. Tetapi dengan pendidikan diharapkan akan mengurangi tingkat perbedaan tersebut. Justru dengan pendidikan akan menghapuskan persaingan, tetapi menumbuhkan saling membutuhkan, saling menghargai, saling memotivasi dan saling yang lainnya.
Untung rapor zaman sekarang tidak menyediakan ruang untuk mencantumkan ranking, bahkan rata-rata nilai siswa dalam satu tingkat atau kelasnya pun tidak ada. Peserta didik hanya tahu penyerapan atas pelajaran yang dipelajarinya sampai dimana. Namun masih sering terdengar lontaran pertanyaan tentang ranking. Gurukah Anda, orang tuakah Anda, siapapun Anda, masihkan berpikir tentang ranking di dunia sekolah? Anda kuno. Bukan antik tapi tak akan maju.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H