Mohon tunggu...
HADISUSILO
HADISUSILO Mohon Tunggu... Guru - Asli Java

Guru

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pernikahan Dini

21 Juni 2020   21:53 Diperbarui: 21 Juni 2020   21:48 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pada tahun 1980-an film Indonesia layar lebar masih berjaya dan mampu bersaing dengan film-film Hollywood Amerika, film Cina Hongkong, maupun film Bolywood India. Ingatkah (untuk 50 tahun keatas) judul film "Perikanahan Dini" yang dibintangi oleh Mathias Muchus (Heru) dan Gladys Soewandhi (Dini)? Film ini mengisahkan sepasang kekasih yang mengalami "kecelakaan" akibat pergaulan kebablasan. Perkawinanan menjadi alternatif penyelesaian.

Pernahkah Anda melihat sinetron "Pernikahan Dini" yang tayang pada tahun 2000-an? Sinetron tersebut dibintangi oleh aktor dan aktris papan atas saat itu diantaranya Agnes Monica, Sahrul Gunawan, Elma Theana, Lydia Kandou, Rudy Salam, Meriam Bellina. Penghargaan pun didapat dari Panasonic  Awards dengan kategori "Drama Seri Favorit" ditahun 2001 dan tahun berikutnya di tahun 2002. Sinetron ini tayang sampai episode 78.

Sebeum masa pandemi ada sebuah sinetron yang bertema sama dengan judul "Pengantin Dini" yang dibintangi oleh aktor dan aktris masa kini. Walaupun dengan aur cerita, latar, dan pemain yang berbeda namun pada intinya mengisahkan tetang sebuah perkawinan uda yang tidak terestui oleh orang tua.

Pernikahan di usia dini pada kenyataan banyak terjadi di masyarakat kultur tertentu. Berbagai alasan menjadi latar belakang terjadinya pernikahan di usia dini. Alasan ekonomi dipakai oleh banyak orang tua untuk sesegera mengawinkan anaknya. Dengan perkawinan tersebut akan menjadikan berkurangnya beban orang tua dalam keluarganya.

Selain alasan ekonomi, ada lagi alasan karena kecelakaan akibat pergaulan berkelanjutan. Untuk menutupi rasa malu yang harus dianggung oleh kedua keluarga, maka mereka dikawinkan. Sebenarnya ini adalah alasan yang tidak beralasan. Kenapa? Karena ketika mereka bergaul, bermain, berkeluyuran tak kenal waktu dan karakter teman-teman anak-anaknya, mereka membiarkan saja. Tetapi begitu terjadi hal "yang tidak diharapkan", mereka para orang tuanya mengatakan menutupi rasa "malu". Aneh.

Ada lagi alasan yang yang menyebabkan pernikahan dini dilaksanakan. Nggak mau anak gadisnya dikatakan nggak laku, perawan tua, padahal usianya masih usia sekolah. Bagi mereka, anak-anak sudah diperkenankan menikah ketika keduanya sudah akil baligh. Ini juga dipengaruhi oleh sosiokultur suatu daerah.

Bahkan ada alasan yang lebih ekstrem berkaitan dengan pernikahan dini oleh oknum di daerah tertentu. Perempuan diperlakukan sebagai  suatu komoditas. Kalau kawin muda berarti nanti akan menjadi calon janda muda. Ngeri.

22 tahun yang lalu, saya menyaksikan pernikahan usia dini yang dilaksanakan oleh "bekas" muridku sebut saja Melati. Ketika itu saya menjadi wali kelas 2 SMP (sekarang kelas VIII), kelas Melati. Salah satu tugas kewalikelasan saya tunaikan, yaitu mengunjungi Melati, murid yang sudah berhari-hari tak masuk sekolah.

Saya mengunjunginya ke rumah Melati sesuai dengan alamat yang tercatat di sekolah. Rumah di bawah sederhana, tapi permanen dengan tembokan yang sudah banyak yang terkelupas. Seorang nenek setengah baya menemuiku, nenek Melati. Mungkin dia kawin muda hingga seusianya sudah bercucu belasan tahun. Kedua orang tua Melati bekerja entah dimana, Jakarta atau tempat yang lain yang jelas Melati tinggal bersama dengan neneknya yang janda setengah baya.

Dari keterangan Melati, sudah nggak mau sekolah, malas. Neneknya merayunya (akhirnya ketahuan pura-pura) agar Melati mau sekolah lagi. Dengan berbagai jurus rayuan saya sebagai seorang guru pemula nggak ada yang mempan. To the point, Melati mau kawin? Kata neneknya" Masih kecil koq kawin".

Tidak selang lama musim panen datang. Panen berarti musim hajat. Tradisi masyarakat tempat saya bertugas memang seperti itu. Musim panen berarti musim hajat. Jawaban home visit yang saya lakukan kepada Melati terjawab. Melati kawin di usia 14 tahun. UU perkawinan yang berlaku masih tahun 1974 dengan ketentuan usia 16 bagi perempuan dan 19 bagi laki-laki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun