Mohon tunggu...
SUWARSONO
SUWARSONO Mohon Tunggu... Guru - Suka Nulis Fiksi

Pakai nama Pena Mas Sono,Lahir di Mojokerto, lama kuliah dan kerja di Kota Malang, sekarang pulang kampung ke Mojokerto

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Biru Putih

15 November 2020   20:03 Diperbarui: 15 November 2020   20:21 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pukul setengah tujuh pagi Adit sampai di sekolahnya setelah bersepeda dari rumahnya yang berjarak kira-kira 7 km. Pagi itu hari Jumat, saatnya ada acara olahraga bertepatan dengan peringatan 20 tahun berdirinya sekolahnya. OSIS sudah mengumumkan bahwa acaranya jalan santai. Cepat-cepat ia masuk pintu gerbang sekolah, bersalaman dengan guru piket, dan memarkir sepeda paligonnya.

"Tumben kau Dit datang mepet-mepet waktunya," kata Ema yang sudah datang duluan.

"Aku kesiangan. Habis salat subuh aku tidur lagi, eh bangun sudah jam 6.20," jawab Adit.

"Enggak mandi ini tadi?" goda Ema.

"Mandi dong. Sini kau bau aku, kalo gak percaya!" jawab Adit sambil melotot.

"Ih, enggak ah, percaya deh," kata Ema.

Tak lama kemudian terdengar pengumuman dari pelantang suara yang memberitahukan agar semua siswa berkumpul di lapangan tengah.

"Cepat taruh tasmu, trus ke lapangan," kata Ema.

"Iya, tunggu aku," jawab Adit.

***

Semua siswa sudah berkumpul di lapangan tengah. Tampak pula bapak ibu guru yang berpakaian olahraga sudah bersiap. Hanya pembina OSIS yang sibuk mengatur barisan dibantu anak OSIS. Adit dan Ema tak suka berorganisasi seperti mereka. Para aktivis itu menurutnya para maniac. Seandainya pramuka itu bukan ekskul wajib, ia pun tak akan ikut. Pramuka sudah tak sesuai zaman lagi.

"Dalam rangka memperingati 10 tahun sekolah kita, jalan sehat hari ini berhadiah," kata kepala sekolah.

"Hore..." sahut anak-anak sambil bertepuk tangan yang menjadikan suasana riuh.

"Satu-satu ambil kupon yang disiapkan pengurus OSIS lalu jalan sesuai rute. Nanti kuponnya diundi setelah kalian masuk finish," sambung kepala sekolah.

Acara dimulai. Siswa kelas 7 sudah jalan lebih dulu disambung kelas 8, lalu kelas 9 kelasnya Adit.

"Em, jalan sama aku," ajak Adit.

"Enggak mau," jawab Ema.

"Kenapa?" tanya Adit.

"Kirain kita pacaran," jawab Ema.

"Siapa bilang?" tanya Adit.

"Kali-kali aja ada yang ngomong," jawab Ema sambil berlari meninggalkan Adit karena trio E menyambarnya. Trio E itu Ema, Emy, dan Esa. Mereka suka usil kepada teman-temannya yang dilanda penyakit cinta. Menurut mereka cinta itu merusak persahabatan. Mereka tak ingin ada orang ke-4 dalam hidup mereka saat ini.

***

Jalan santai hampir memasuki garis  finish. Adit berjalan dengan teman sebangkunya Jack. Di depan gerbang sekolah tampak Dinda, ketua OSIS, dibantu Ema mengumpulkan kartu undian dengan kardus. Satu per satu memasukkan nomor undian ke kardus itu setelah digunting jadi dua. Satu untuk diundi dan satunya untuk dicocokkan waktu pengundian. Ema membantu menerima dan menggunting kartu itu.

"Bismilah, semoga hadiah utama kena aku," kata Adit sebelum memasukkan potongan kartu undiannya ke kardus dengan gaya lucu. Ema tersenyum melihat kelucuan Adit. Pandang mata mereka sempat bertemu.

Undian dimulai semua berkumpul kembali di lapangan tengah. Mereka duduk santai. Pengurus OSIS memandu jalannya pengundian. Tampak Dinda yang cantik memegang mike.

"Teman-teman mari kita mulai undiannya. Untuk sepuluh hadiah hiburan, kami mohon ibu pembina OSIS untuk mengambil nomornya. Bu Lee mengaduk-aduk nomor undian di kardus lalu mengambil sepuluh nomor dan diberikan kepada Dinda.

"Yang beruntung adalah nomor... 123, 212, 007, 008, 313, 145, 232, 555, 222, dan 043. Yang nomornya sesuai maju ke sini," kata Dinda disambut sorak sorai yang nomornya cocok.

Tibalah tiga hadiah utama yang dinanti-nanti. Semua berharap-harap cemas. Hadiah utamanya adalah Notebook, tablet, dan ponsel.

Dinda, ketua OSIS tampil lagi.

"Kita lanjutkan untuk hadiah utama. Hadiah ketiga akan diundikan oleh Waka kesiswaan, bapak Budi," kata dinda. Pak Budi tampil dan mengaduk-aduk nomor dalam kardus kemudian mengambil satu nomor dan memberikannya pada Dinda.

"Pemenangnya adalah... nomor... 012," ucap Dinda lantang yang disambut teriakan gembira pemilik nomor itu. Emy tampak maju sambil tersenyum gembira.

"Untuk hadiah kedua, mohon bapak waka kurikulum, Pak Soni," kata Dinda. Pak Soni mengambil satu nomor dan memberikannya ke Dinda.

"Pemenang kedua adalah... nomor ... 036," ucap Dinda lantang yang disambut teriakan gembira pemilik nomor tersebut. Esa dengan riangnya berlari-lari kecil menuju Dinda untuk menyerahkan nomornya yang cocok.

Dan tibalah saatnya untuk hadiah utama, yaitu notebook merk ASIS, senilai 5 juta rupiah akan segera kita undi. Mohon bapak kepala sekolah bapak Asra Wardhana untuk mengundinya," kata Dinda disambut tepuk tangan yang meriah.

Pak Soni mengaduk-aduk isi kardus dan mengambil satu nomor lalu  memberikannya ke Dinda .

"Dan yang paling beruntung mendapat laptop kecil ini adalah.... nomor... ," Dinda mengambil jeda.

"Nomor ... 093," Sesaat kemudian Adit berjingkrak-jingkrak gembira karena nomornya cocok. Semua memberi ucapan selamat kepada Adit.

***

Malamnya tanpa mengajak siapa pun Adit dengan membawa laptop hadiah itu datang ke rumah Ema. Ema tak menyangka Adit berani main ke rumahnya sendirian tanpa teman.

"Tumben, ada apa Dit ke sini?" Sesaat Adit bingung menjawabnya.

"Aku mau ngasihkan ini ke kamu," kata Adit sedikit bergetar kata-katanya.

"Apa ini?" tanya Ema penasaran.

"Sudah terima aja. Nanti buka setelah aku pulang,"

Ema terdiam. Ia bingung dan salah tingkah.

"Sudah ya, aku pulang," kata Adit sambil berdiri dan berjalan keluar ruang tamu.

"I...Iya, terima kasih," katanya.

Beberapa saat kemudian Adit sudah berlalu. Tampak punggungnya dibawa motornya yang semakin menjauh.

***

Ema di kamar bingung sendiri. Sesuatu yang dibungkus kardus itu belum ia buka dan masih ia pandangi saja. Terbayang wajah Adit yang lumayan ganteng. Ia suka Adit karena dia humoris dan tak gampang marah atau tersinggung.

"Baikklah aku buka," katanya dalam hati. Ema meraih bungkusan itu, "Apa ya kok agak berat," katanya pada diri sendiri.

"Kring" terdengar pesan masuk di ponsel jadulnya.

Ema meraih ponselnya dan segera membaca pesan yang masuk. Ternyata dari Adit. Isinya: Bukalah dan nyalakan.

Ema membuka kardus itu dan ternyata ada laptop kecil atau notebook. Mungkinkah  ini notebook yang dimenangkan Adit tadi pagi? Kemudian ia menghidupkan notebook itu. Ya, laptop kecil ini sudah diinstal dan sudah siap digunakan. Ia tahu Adit memang paling jago komputer di kelasnya.

Pada saat monitor menyala, tampak gambar Adit, Ema, Emy, dan Esa berseragam putih biru. Entah dari mana Adit dapat foto itu, yang jelas itu jadi desktop background monitornya. Ema tersipu. Untungnya ia sedang sendiri di kamarnya. Ia bingung kalau ditanya ibunya tentang laptop itu. Ia tahu ayahnya masih belum sanggup membelikan laptop untuknya. Orang tuanya berjanji jika SMA akan dibelikan laptop.

"Kenapa kau berikan kepadaku?" tulis Ema di SMS kepada Adit.

"Kau lebih membutuhkannya," jawab Adit.

Ema terdiam. Jari-jarinya terasa keluh untuk mengetikkan kata-kata di ponsel jadulnya. Memang benar ia membutuhkan laptop itu tapi...

Sebentar kemudian SMS Adit masuk lagi. Cuma tiga kata yang terbaca: I love you. Ema terdiam. Ia tak bisa menjawab pesan itu. Hanya waktu yang akan menjawabnya kelak.

$$

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun