Mohon tunggu...
Mas Say
Mas Say Mohon Tunggu... Dosen - Pemuda Indonesia

Diskusi: Kebangsaan dan Keindonesiaan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Perppu Cipta Kerja dan Sikap Presiden, Menjatuhkan Kehormatan MK!

7 Januari 2023   05:12 Diperbarui: 7 Januari 2023   06:02 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Dokumentasi Pribadi


Sikap dan sifat Presiden ini membuat gempar publik. Dianggap berpotensi melakukan perbuatan tercela dengan menentang dan tidak patuh pada putusan MK. Pihak pemerintah dari tindakan Presiden tidak mau ambil pusing. Ingin jalan pintas saja dengan menerabas dan memotong sebuah aturan hukum. Bisa jadi atas dasar norma hukum dari redaksional sebagai prasyarat adanya impeachment atau pemakzulan dari “....perbuatan tercela....” (Pasal 7A UUD 1945) dapat dijalakan. Jika dijalankan sebenarnya, tidak menjadi persoalan. Biar menjadi warning saja agar Presiden lebih bijak dalam mengeluarkan kebijakan.


Walaupun mengingat proses ini sangat kecil kemungkinan terjadi. Pemberi nilai dan izin pertama atas pemaknaan perbuatan tercela adalah dengan adanya minimal 2/3 anggota DPR yang setuju dan hadir dalam sidang (Pasal 7B ayat (3) UUD 1945). Untuk diteruskan di MK guna ditindak lanjuti untuk dilakukan pemeriksaan. Hasil akhir jika ada dugaan tersebut, baru MPR menggelar sidang guna menjatuhkan sanksi pada Presiden. Celah pintu pertama adalah melalui DPR. Jelas sangat tidak mungkin bakal memberikan persetujuan. Mengingat peta koalisi Parpol mayoritas ada di tangan pemerintah. Kita berharap Presiden memberikan pernyataan resmi kepada publik agar sedikit mendapat pencerahan. Paling tidak bisa meminimalisir adanya perdebatan publik.

Foto : Dokumentasi Pribadi
Foto : Dokumentasi Pribadi

Analisa dan alternatif solusi


Pemaknaan dari sifat “inkonstitusional bersyarat” dengan jelas memberikan arahan agar ada UU baru. Diawali RUU dengan melibatkan keterlibatan publik. Bukan Perppu. UU baru yang diperlukan soalnya ada cacat formil atas UU Cipta Kerja. Langkah mengeluarkan Perppu adalah tidak tepat. Tidak taat putusan MK. Belum lagi persoalan norma hukum yang ada dalam tiap pasal-pasal yang ada. Idealnya dapat dikritisi bersama. Agar dampaknya tidak banyak membawa kerugian bagi masyarakat.


Presiden kurang peka atas kekuatan politik yang dimiliki. Padahal ada mayoritas di DPR. Kalau pun dengan adanya RUU pasti akan mendapatkan persetujuan dari DPR. Dengan diawali RUU ini akan tampak lebih elegan dan masih patuh pada putusan MK. Terlepas berbagai isi pasalnya itu persoalan lain. Perppu yang telah dikeluarkan ini merupakan tindakan kejam dan banyak kerugiannya. Dampak terhadap rusaknya hukum akan mendarah daging dalam sejarah ketatangaraan Indonesia.


Dalam sistem check and balances baik dalam pengambilan kebijakan dari eksekutif dan legislatif, khususnya dari pihak Presiden dalam mengeluarkan Perppu juga berlaku “objektive wording”. Pengawasan dan menilai subjektivitas dari Presiden perlu diuji lagi oleh DPR. Ini memang proses politik. Sangat sulit mengukur tolak ukur yang akan digunakan oleh DPR itu nantinya. Konstitusi juga telah memberikan arahan atas hasil pengawasan dan penilaian DPR jika dianggap Perppu tidak layak, Perppu juga dapat dicabut dan tidak berlaku (Pasal 22 ayat (3) UUD 1945).


Kita berharap walaupun itu sangat kecil DPR menolak Perppu tersebut. Andaikata, DPR memberikan persetujuan langkah terakhir hanya ada di MK. Khusus objek berupa Perppu ini masuk dalam wilayah MK sejak 2009 dan MK dapat memberikan tafsir. Bahkan membatalkannya. MK dalam menyikapi ini harus berani mengambil sikap menolak. Itu juga akan linear dengan sifat dan putusan MK yang telah dikeluarkan. Jika sampai Perppu tersebut diterima dan tidak dibatalkan semua, ini sungguh aneh. MK dapat dikatakan tidak konsisten terhadap putusan MK sebelumnya. Hakim MK perlu keberanian soal ini. MK secara kelembagaan dan hakim MK tidak boleh diintervensi. Harus lepas dari segala tekanan dari pihak mana pun. Mari kita kawal dan awasi bersama.
 
Penulis:
Saifudin / Mas Say
(Pengamat Muda Hukum Tata Negara)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun