Mohon tunggu...
Mas Say
Mas Say Mohon Tunggu... Dosen - Pemuda Indonesia

Diskusi: Kebangsaan dan Keindonesiaan

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Kawal Terus RUU KUHP, 2 Tolak Ukur Nilai Demokrasi Indonesia!

12 Oktober 2019   21:15 Diperbarui: 12 Oktober 2019   21:19 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pro dan kontra revisi UU KUHP masih bergejolak. Sesuai dinamika dan perkembangan zaman UU KUHP sudah dianggap tidak lagi relevan untuk mengawal hukum di Indonesia. 

Hukum justru akan tertinggal jauh jika masih menggunakan norma hukum yang masih ada. Pernah masuk Prolegnas berkali-kali khususnya sejak tahun 2009. Pun juga batal juga.  Publik memiliki pandangan beragam. Mengingat pluralisme masyarakat Indonesia.

Walaupun demikian, juga tidak buru-buru agar segera disahkan. Masih ada pasal-pasal yang perlu mendapat kajian tajam. Pasal-pasal represif dan terlalu progesif masih ada. 

DPR dan Pemerintah pun terkadang memiliki pandangan berbeda juga. Ketika sudah memiliki persamaan. Publik menentang. Pada masa sidang terakhir paripurna DPR periode 2014-2019, tepatnya tanggal 24 September 2019 rencana akan segera disahkan. 

Resistensi publik pun makin bergejolak. Bahkan selama ini mahasiswa yang selama ini tertidur ikut aksi dan melakukan demonstrasi untuk mengawal RUU tersebut sebagai garda paling depan. Diikuti lapisan rakyat lainnya. Bahkan sampai saat ini di berbagai daerah masih ada sejumlah aksi.

Ada norma-norma hukum yang masih perlu kajian lagi. Berkaitan dengan pasal-pasal pro kontra kebebasan berpendapat, pembungkaman pers, comtempt of court, delik ideologi/agama, ranah pribadi pun diurusi negara dan lain-lain. Khusus soal ranah pribadi.

Degradasi moral sungguh merajalela. Ada kalanya memang negara wajib hadir. Ada lagi urusan tentang kehidupan rumah tangga ini perlu kajian lebih tajam. Walau sifatnya delik aduan. Debatable. Walaupun konsep hukum ranah publik sulit msuk bahkan tidak bisa masuk ke ranah privat.

Dalam BAB II. Tindak Pidana Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden. Khusus pada bagian kedua dengan frasa "Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden". Hal ini diderivasikan dalam Pasal 218 (setiap orang/umum atau warga negara) dan Pasal 219 (setiap orang yang menyangkut pers dan media massa dan sebagainya). 

Dalam 2 pasal ini adalah induk utama dan berkaitan dengan pasal terkait (Pasal 240 dan 241. Frasanya lebih pada kelembagaan yaitu pemerintah bukan Presiden dan Wakil Presiden sebagai personal dalam pemegang kekuasaan pemerintah. 

Frasa "Penghinaan Terhadap Pemerintah" sangat elastis dan bebas nilai serta multi tafsir). Ini adalah penurunan indeks demokrasi. Linear dengan pembungkaman suara dan mengekang kebebasan berpendapat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun