Percayalah. Secangkir kopi racikannya akan merubah hidupmu. Dijamin. Berubah seratus delapan puluh derajat!
Kami tidak akan percaya, seperti aku dulu, sebelum mencobanya. Kedengarannya memang tidak masuk akal. Mana bisa secangkir kopi dapat merubah duniamu?
Sumpah. Aku sudah merasakannya. Hidupku sudah berbalik. Berbeda sama sekali dengan kehidupanku sebelumnya. Kamu pasti sangsi dengan testimoniku. Sama seperti orang-orang.
Awalnya aku juga tidak percaya. Sampai kulihat sendiri, orang-orang (terutama kaum laki-laki) rela mengantre berjam-jam. Hanya untuk bisa menikmati secangkir kopi buatannya.
Mula-mula aku juga harus ikut mengantre. Kadang-kadang jika kecapean aku ambil saja bangku kosong. Minta seorang pelayan mengantarkan ke tempatku duduk. Tentu dengan sedikit tambahan hargaÂ
Tetapi lama-lama aku merasa rugi. Ternyata bukan kopinya yang istimewa. Akan tetapi senyumnya. Ya senyumnya. Â Makanya aku tidak mau lagi duduk menunggu. Aku harus bisa melihat senyum manisnya.
Sebuah keberuntungan kudapatkan. Waktu itu hujan sehingga tidak banyak orang yang mampir ke kafenya. Makanya aku bisa dengan leluasa berbincang dengannya. Sampai akhirnya aku tahu namanya Cantik.
Keberuntunganku berlanjut. Malam-malam selanjutnya jika aku datang ke kafenya tidak harus mengantre lagi. Dia akan dengan cepat meracik secangkir kopi kesukaanku. Dan mengantarkan sendiri ke mejaku. Jika beruntung aku bisa berbincang-bincang lama dengannyaÂ
Dia peracik kopi hebat. Dia juga teman yang enak untuk diajak ngobrol. Cantik tipe perempuan pendengar yang sabar. Diapun seperti psikolog yang dengan jitu akan memberikan saran bagi kliennya. Saran-sarannya itulah yang telah merubah duniaku.
            """
"Ke mana dia?"
"Siapa, Om?"
"Cantik!"
"Dia sudah tidak di sini lagi, Om."
"Kenapa begitu?"
"Kurang tahu, Om."
Bisnisku baru kacau. Aku kembali mengakrabi dunia malam. Pulang sampai pagi. Duniaku kembali menjadi gelap. Aku kehilangan pegangan.
Kutenggak segelas minuman. Akan tetapi bukan kopi. Kutambah segelas lagi. Segelas lagi. Dunia benar-benar dalam kegelapan.
"Om bangun. Bangun, Om." Lamat-lamat kudengar suaraÂ
"Kaukah itu, Cantik?"
"Bukan. Bangun, Om!"
"Kenapa?"
"Kafe udah mau tutup!"
Jkt, 300324
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H