Tahun 1996 ketika mulai menjadi guru. Saya mengajar di sekolah Islam. Gedung sekolahnya berada dalam kompleka masjid.
Selain sekolah. Di lingkungan masjid juga terdapat kantor cabang bank. Bukan bank umum tapi bank syariah.Â
Bank syariah adalah bank yang dalam operasionalnya berdasarkan syariat Islam. Memang ada perbedaan dengan bank umum.
Bank umum dalam operasionalnya memberikan balas jasa dalam bentuk bunga bank. Sedangkan bank syariah tidak mengenal pemberian bunga.
Dalam Islam bunga modal dikategorikan sebagai riba. Sementara riba dilarang dalam ajaran Islam. Sebab tergolong haram.
Produk bank syariah ada beberapa macam. Prinsip yang dipegang dalam menjalankan usahanya, antara lain:
- Mudarabah yaitu kerja sama antara pemilik modal dan pengelola dengan prinsip bagi hasil sesuai kesepakatan awal.
- Murabahah ialah kesepakatan jual beli dengan prinsip pemberian keuntungan sesuai dengan kesepakatan.
- Ijarah artinya pemindahan hak guna barang dengan pembayaran sewa tanpa diikuti pemindahan hak barang tersebut.
Masih ada beberapa produk jasa bank syariah lainnya yang merupakan turunan dari 3 produk teesebut.Â
Prinsip utamanya nasabah dianggap sebagai mitra. Bukan sekedar nasabah. Sebagai mitra setiap saat harus diberi tahu perkembangan usahanya.
Maka dari itu tahun 1991 Majelis Ulama Indonesia (MUI) merintis berdirinya bank Muamalat. Bank syariah pertama di Indonesia.
Setelah sekian tahun kemudian. Banyak bank-bank umum yang membuka layanan jasa perbankan berdasarkan syariat Islam.
Terakhir unit layanan syariah bank-bank milik pemerintah melakukan merger. Maka lahirlah bank syariah plat merah Bank Syariah Indonesia (BSI).
Menuliskan Ahli Waris
Tahun 1996 kala itu. Kalo tidak salah ingat. Sebagai guru swasta saya mendapatkan gaji sekitar 300 ribuan. Tergolong lumayan.
Saya masih ingat sewa kos masih 50 ribu per bulan. Makan di warteg lima ribu juga sudah kenyang.
Saya mencoba menyisihkan gaji dengan cara menabung. Maka saya membuka rekening tabungan dj bank Muamalat. Kebetulan kantornya bersebelahan dengan bangunan sekolah.
Seperti biasa. Kita harus mengisi formulir terlebih dahulu. Isi data diri, kantor dan nama ibu.Â
Hati saya sempat bergetar. Berbeda dengan formulir pengajuan tabungan pada bank umum.Â
Di dalam formulir bank Muamalat. Nasabah diminta mengisi nama ahli waris. Antisipasi seandainya terjadi sesuatu yang tidak dikehendaki. Misalnya kematian nasabah.
Karena waktu itu belum menikah. Saya menuliskan dengan mantab 'Simbok' sebagai ahli waris. Deg!
Tetiba saja saya ingat 'perjuangan' ibu membesarkan anak-anaknya. Dengan penuh kasih sayang. Sungguh sangat mulia.
Seorang tak akan sanggup membayar pengorbanan orang tua. Terutama Simbok.
Jkt, 100721
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H