Aku tercenung. Sebuah kabar duka datang dari kampung. Seorang sepupu meninggal dunia. Terpapar covid-19.
Bukan soal kematiannya. Tapi fakta bahwasanya covid-19 sudah sampai di kampung-kampung. Bukan lagi di kota yang padat penduduk.
Cemas? Ya. Adik saya kemarin mwngabarkan. Simbok sempat kambuh. Cemas memikirkan keselamatan dirinya dan keluarga. Apalagi simbok sudah sepuh.
Saya jadi ingat. Waktu libur panjang kemarin. Beberapa perantau memaksakan diri pulang kampung. Alasannya kangen dengan saudara atau kampung halaman.
Faktanya banyak kasus penambahan covid-19. Setiap habis waktu liburan. Liburan hari raya Idul Fitri, Natal dan Tahun Baru serta libur sekolah.
Sedihnya lagi masih saja ada orang yang tidak percaya. Menganggap pandemi covid-19 hanyalah sebuah rekayasa. Konspirasi.
Masih banyak yang abai terhadap protokol kesehatan. Malas sekedar pake masker saja, misalnya.
Contoh lain. Tidak ada kecemasan sedikit pun berkumpul dan berdesak-desakan dengan orang banyak.
Sungguh ini kenyataan yang sangat mencemaskan.
Data-data statistik seakan menguap begitu saja. Minggu lalu rata-rata harian penularan covid-19 berkisar 20 ribuan.
Minggu ini angkanya sudah melonjak ke kisaran 30an ribu orang per hari. Rekor terakhir kemarin mencapai 34 ribu lebih.
Apakah fakta demikian belum membuatmu cemas? Apakah harus terpapar dulu baru timbul kesadaran?
Ojo ngono. Ini demi keselamatan semua. Untuk kepentingan orang banyak. Bukan hanya untuk diri sendiri.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI