Sambil menunggu kuenya matang. Saya sempat mengobrol dengan mas Parmin. Tukang kue puthu.
Saya tertarik betapa dia  mau menekuni jualan kue puthu. Tidak banyak orang yang menyukai jajanan dagangannya.
Tidak aneh kalau setiap hari. Dia harus berjalan puluhan kilometer mendorong gerobaknya. Tapi dia menjalaninya dengan tabah.
Jawabannya mencengangkan. Ketika saya tanyakan kenapa mau berjualan kue puthu? Kenapa bukan jualan bakso atao gorengan?
Ternyata inilah 3 peribahasa Jawa dalam bentuk pitutur yang dipegang teguh dalam menjalani kehidupan.
- Urip mung sak dermo nglakoni. Manusia hidup hanya sekedar menjalaani. Tidak perlu protes kepada Tuhan. Kenapa orang lain bisa hidup bergelimang harta. Sementara dirinya selalu bidup pas-pasan. Kenapa dagangan orang lain laris. Sementara dirinya harus jualannya menjajakan ke sana ke mari. Apapun kondisinya kita harus ikhlas menjalaninya.
- Ono dino ono upo. Dino artinya hari dan upo adalah nasi. Maknanya ada hari ada rizki. Pitutur ini yang selalu memberikan kekuatan kepada mas Parmin. Bahwasanya kalau dia berusaha pasti akan mendapatkan hasil. Dapat menghidupi anak istrinya. Peribahasa ini mengajarkan kepada kita untuk tidak berputus asa dari pertolongan Tuhan.
- Narimo ing pandum. Kalau kita sudah menerima dengan ikhlas keadaan. Sudah berusaha semaksimal mungkin. Selebihnya menyerahkan hasilnya kepada Tihan. Seberapa besar yang diberikan Tuhan harus kita syukuri. Itulah bagian yang paling tepat menurut Tuhan.
Luar biasa. Pemahaman yang mendalam tentang dilosofi dasar orang Jawa. Tidak aneh kalau dari wajahnya terpancar semangat hidup. Gigih berusaha dan hati ikhlas.Â
Ujungnya adalah keberkahan hidup. Sederhana tapi tentrem. Adem ayem.
Jkt, 250621
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H