Mohon tunggu...
Mas Sam
Mas Sam Mohon Tunggu... Guru - Guru

Membaca tulisan, menulis bacaan !

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Simbok dengan Isyaratnya dan Kegelisahan Hati Seorang Anak

10 Mei 2021   11:16 Diperbarui: 10 Mei 2021   11:47 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sungkem kepada ibu (detik.com)

Simbok, begitu saya memanggil ibu saya. Seperti ibu-ibu lainnya adalah orang yang paling memahami keadaan anak-anaknya.

Tanpa harus dikatakan. Seorang ibu sudah tahu apakah anaknya sedang bahagia, sedih atau sedang gundah hatinya. Ya tanpa harus dengan kata-kata. Hanya dari getar suara dan tatapan mata saja.

Begitulah kemarin sore ketika saya menghubungi Simbok. Belum sepatah katapun saya ucapkan. Simbok dengan tatapan matanya memberi isyarat sudah mengetahui apa maksud saya meneleponnya.

Sembilan bulan sepuluh hari. dalam kandungan seorang ibu. Telah membentuk ikatan bathin yang kuat antara ibu dan anaknya.  Ibu tahu dari getaran yang paling lemah sekalipun. Bagaimana keadaan anak-anaknya.

Kemarin itu saya ingin menyampaikan bahwa tahun ini kami tidak dapat mudik lagi. Sebetulnya kami sangat ingin mudik. Tapi situasi pandemi yang masih sangat mengawatirkan kami dengan taat mematuhi anjuran untuk tidak mudik. Demi kemaslahatan orang banyak.

Betapa kami ingin sekali sungkem kepada simbok. Bersimpuh di kakinya. Menyandarkan beban kehidupan di pangkuannya. Memohon ampun dan donga pangestu Simbok untuk kami. Anak, menantu dan cucu-cucunya.

Saya selalu merindukan keteduhan di bawah tatapan lembut Simbok. Merindukan kedamaian dalam pelukan beliau. Merindukan ketenteraman dalam senyumannya.

Kami ingin nyekar ke pusara Pak Tuwo (begitu kami memanggil Bapak). Melantunkan doa-doa. Memohonkan ampun atas segala kesalahannya. Meminta perkenanNya menerima semua amal baiknya.

Pak Tuwo yang tidak banyak bicara itu telah mengajarkan kehidupan kepada kami. Mendidik kami dengan diam. Tidak dengan kata-kata tapi dengan teladan dalam laku.

Tiga tahun Pak Tuwo sudah meninggalkan kami. Tapi tarikan nafasnya selalu ada di dada kami. Kata-katanya yang sedikit dan lembut itu senantiasa menuntun langkah kami. Menjalani kehidupan.

Dua tahun sudah kami tidak bisa menyiramkan air kembang mawar. Mengelus lembut pusaranya. Seperti lembutbya tutur kata Pak Tuwo. Hanya doa-doa yang dapat kami panjatkan. Dan tetesan air mata di atas sajadah. Berharap Pak Tuwo mendapatkan kedamaian. di sana.

Untuk sementara kami rela melupakan makan ayam ingkung rame-rame. Melupakan mencicipi kue apem. Melupakan syawalan keluarga besar trah Pak Tuwo dan Simbok. Demi memutus penularan covid-19.

Amiin!

Jkt, 100521

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun