Usia European Super League (ESL) hanya seumur jagung. Andrea Agneli presiden Juventus sebagai penggagas secara resmi menunda gelaran ESL.
Sembilan klub telah menarik diri. Sebelumnya 3 klub (PSG, Muenchen dan Dortmund) mundur sebelum deklarasi. Praktis tinggal Juventus, Real Madrid dan Barcelona yang bertahan.
Sekalipun hanya berumur singkat. Kehadiran ESL sudah menyentak kesadaran dunia persepakbolaan Eropa. UEFA sebagai otoritas sepakbola di benua Eropa bereaksi sangat keras.
Sesungguhnya ESL bukanlah gagasan baru. Bahkan sejak 2009 benih-benih kelahirannya sudah dilontarkan oleh Florentino Perez sebagai presiden Real Madrid.
Ide dasarnya adalah hitung-hitungan bisnis. Saya menyebutnya sebagai imbas menjadikan sepakbola sebagai industri, Ujung pemikiranya adalah bagaimana mendatangkan keuntungan sebesar-besarnya bagi klub.
Membakar Lumbung Sepakbola
Sementara semua orang sudah makhfum bahwasanya sepakbola Eropa adalah lumbung duit. Mengutip dari beberapa sumber berita. Â Sponsor utama ESL sanggup menyediakan dana hampir 200 trilyun.
Dalam rilisnya saat deklarasi disebutkan bagi klub yang berpartisipasi di ESL akan langsung mendapatkan dna segar 5,8 T. Belum termasuk hadiah jika meraih gelar juara.
Kemunculan ESL sebenarnya juga bentuk protes dari para pemilik klub. Mereka menilai selama ini UEFA tidak terbuka soal keuangan. Maka mereka mendeklarasikan model kompetisi baru versi ESL.
Sayangnya banyak pihak yang menganggap cara-cara ESL mencari keuntungan sangat vulgar. Kompetisi tertutup adalah pengabaian terhadap prinsip-prinsip fair play.