Kedua, teman berjuang di rantau.
Awal merantau di metropolitan saya satu kontrakan dengan perantau dari daerah lain. Kami berteman akrab.Â
Nasib baik berpihak kepadanya. Dia diterima kerja di sebuah perusahaan suplier besar. Kata orang-orang tempat basah. Saya mengabdi sebagai guru swasta.Â
Ketika saya bergaji enam ratus ribu rupiah sebulan. Dia sudah jutaan gajinya. Belum lagi dapat uang tambahan dan uang kaget. Kaya raya.Â
Kami berpisah ketika kami berumah tangga. Saya tetap tinggal di kontrakan. Teman saya sudah mampu membeli rumah besar. Gaya hidupnya pun berubah.
Minggu kemarin dia datang ke rumah. Bercerita dengan tetesan air mata. Harta bendanya habis untuk berfoya-foya.
Dia tidak menyangka tata kelola pemerintahan akan berubah. Ketika e-budgeting diberlakukan berpengaruh besar dengan perusahaan tempatnya bekerja. Tidak ada kongkalingkong lagi. Perusahaannya bangkrut. Teman saya kena PHK.
Ketiga, kenalan akrab istri.
Dia seorang wanita pengusaha batik. Punya gerai batik di mall terkenal di Jakarta. Pandemi covid-19 menghancurkan usahanya.
Saya kaget mendengarkan cerita sedihnya. Rumah besar dan mobil mewahnya habis untuk menutup utang-utangnya. Semuanya ludes untuk menutupi gaya hidup mewahnyaÂ