Runyam.
Satu kata yang tepat untuk menggambarkan apabila ada orang lain yang ikut campur tangan dalam sebuah rumah tangga. Lebih parah lagi kalau orang lain tersebut adalah orang tua.
Mungkinkah ada orang tua yang berbuat begitu?
Seharusnya tidak mungkin. Kenyataannya ada. Aneh memang kalau dipikir-pikir. Bagaimana mungkin orang tua tega membuat suasana rumah tangga anaknya menjadi tidak harmonis.
Kalau yang menimbulkan keadaan demikian sang mertua barangkali sudah jamak. Kadang mertua memaksakan kehendaknya kepada menantu. Mereka seakan tidak rela kehidupan anaknya direnggut oleh menantunya.
Nyatanya ada saja orang tua yang masih suka menyampuri bahkan mendikte kehidupan rumah tangga anaknya.
Contoh Kasus Nyleneh
Seorang teman menceritakan ulah nyleneh istrinya. Ya istrinya. Sang istri gemar sekali mengatur kehidupan rumah tangga dua anaknya.
Anak perempuan pertamanya (sebut saja Tutik) sudah puluhan tahun berumah tangga dan dikaruiai seorang anak. Sedangkan anak keduanya adalah laki-laki (sebut saja Aryl) yang juga sudah menikah baru 3 tahunan dan sudah punya momongan belum genap satu tahun.
Anak pertamanya sejak menikah diboyong oleh suaminya. Mereka menempati rumah kontrakan milik keluarga. Menantunya hanya kerja serabutan. Kehidupan ekonominya masih banyak disokong oleh orang tuanya.
Kondisi ini membuat istrinya mendorong Tutik untuk minta cerai dari suaminya atau memilih membuatkan rumah untuk istri dan anaknya. Celakanya Tutik mengikuti apa saja yang disarankan ibunya.
Permintaan ini jelas membuat gerah suasana rumah tangga anaknya, terutama menantunya. Sesungguhnya mereka masih saling mencintai apalagi sudah ada anak.
Membangunkan rumah jelas tidak mungkin karena sampai sekarang saja mereka masih nebeng di kontrakan orang tuanya. Penghasilan juga kadang dapat kadang lebih sering bolongnya.
Perkembangan terakhir Tutik dipaksa pulang ke rumah orang tuanya. Kalau permintaannya sudah dipenuhi baru boleh dihemput lagi.
Anak Mami
Istri teman saya ini memang tipenya mendikte. Bahkan anak laki-lakinya terkenal dengan sebutan sebagai anak mami. Selalu mengikuti apa yang dikatakan ibunya.
Hatta sudah menikah pun tetap layaknya sebagai anak mami. Sebagai anak laki-laki maka setelah menikah memboyong istrinya ke rumah. Yang artinya sang istri  tinggal serumah mertuanya.
Pangkal persoalan ibu mertuanya merasa berhak mengatur kehidupan anak laki-lakinya. Alasannya mereka masih tinggal serumah. Bukan hanya soal bagaimana menjalani kehidupan suami istri. Masalah keuanhan pun yang mengatur sang ibu.
Gaji yang diterima setiap bulan oleh Aryl harus diserahkan dulu kepada ibunya. Ibunya lah yang mengatur semua pengeluarannya. Â Dari makan sampai beli popok bayi atau uang bensin sampai uang jajan istrinya.
Sebagai istri yang merasa berhak mengelola penghasilan suami membuat istrinya Aryl meradang. Karena tidak kuasa melawan ibu mertuanya maka yang bisa dilakukan adalah kabur-kaburan.
Setiap ada selisih pendapat dengan suaminya dia ngabur kembali ke rumah orang tuanya. Kalau Aryl menjemput baru dia kenbali lagi. Begitu terus berkali-kali. Karena ibu mertuanya memang merasa masih berhak mengatur anaknya selama masih tinggal serumah.
Jadilah teman saya yang pusing sendiri. Tragisnya saat ini anak perempuan dan cucunya tinggal di rumah. Sedangkan menantunya dan cucunya yang satu lagi minggat, meninggalkan Aryl.Â
Kedua anaknya merana rumah tangganya karena ulah ibunya yang gemar menciptakan situaai toxic. Harus bagaimana ?
Saya bilang kepada teman saya itu, tidak boleh ada dua nahkoda dalam satu bahtera yang sedang mengarungi samudera luas.Â
Bukankah begitu?
Jkt, 231120
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H