Sebuah insiden menyadarkan saya bahwasanya pepatah mulutmu harimaumu masih tetap berlaku di jaman yang katanya milenial ini.
Peristiwanya sangat cepat dan mendadak. Seorang sopir terlibat percekcokan dengan seorang pengendara motor. Gegara mobil dianggap berhenti mendadak dan seenaknya.
Entah apa yang keluar dari mulut pengendara motor yang jelas dalam waktu begitu kilat, sopir turun dan adu mulut. Kalau tidak dicegah oleh pengguna lain sudah terjadi baku hantam.
Para pengguna jalan lainnya pun tak kalah heboh. Bukan dengan mulut tapi dengan jari. Berlaku pepatah jarimu belatimu ? Vukan. Mereka ramai-ramai menekan klakson dengan jari-jarinya yang membuat suasana semakin gaduh dan bising.
Sudah bukan rahasia umum lagi kalau perilaku pengendara motor atau mobil seakan-akan jalanan adalah milik mereka sendiri. Mereka mengendarai kendaraan secara ugal-ugalan. Bahkan kadang mengabaikan rambu-rambu lalu lintas.
Tidak heran kalau sedikit saja terjadi gesekan mudah menyulut pertengkaran. Apalagi diimbuhi dengan sumpah serapah yang keluar dari mulut mereka.
Anehnya banyak pengguna jalan raya yang tidak mau terganggu oleh orang lain. Tapi dirinya sendiri dengan seenak udelbya justru mengganggu laju pengendara yang lainnya.Â
Belum lagi kalo ada the power of emak-emak lewat. Lampu sen menyala sebelah kiri tapi beloknya ke kanan. Jangan coba-coba menegur. Dunia perlalulintasan bisa kacau balau.
Memang susah kalau semuanya merasa paling berhak dan meminta harus didahulukan kepentingannya. Bikin runyam urusan.
Dibutuhkan ekstra sabar melintasi jalan-jalan di metropolitan. Harus menyiapkan sekeranjang kesabaran di bagasi. Kalau tidak sabar-sabar dikit, salah ucap bisa benjol kepala seperti kejadian barusan tadi sore.
#refleksidiri
Jkt, 261020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H