Malam ini adalah malam pertamaku. Tapi tidak untuk istriku. Malam yang sudan aku nantikan selama 40 tahun.
Aku memang tergolong terlambat kawin. Aku terlalu asyik mengurusi adik-adikku dan orang tuaku, terutama ibu.
Aku harus bekerja membanting tulang untuk dapat menyekolahkan adik-adikku. Alhamdullah ketiga adikku sudah lulus sarjana semuanya. Aku merasa lega. Beban tanggunganku sudah bebas.
"Bapak nitip adik-adikmu. Jaga mereka dengan baik !", wasiat bapak sebelum meninggalkan kami.
Sebagai anak laki-laki, sebagai anak tertua juga aku harus menggantikan peran bapak menjadi tulang punggung keluarga.
Setelah lulus SMA aku tidak melanjutkan kuliah. Aku harus mencari uang untuk menghidupi keluarga. Aku harus melaksanakan pesan terakhir bapak.
Aku pun merintis usaha. Karena hanya dengan berusaha sendiri aku bisa mendapatkan uang yang banyak. Kalau aku bekerja pada orang lain hasilnya akan terbatas, begitu pikirku.
Dengan ketekunan akhirnya aku berhasil. Aku menjadi pengusaha yang sukses. Aku bisa menyekolahkan adik-adikku hingga ke perguruan tinggi. Aku juga bisa membahagiakan ibu.
"Kapan mas menikah?", kata adik bungsuku.
"Iya ibu sudah kepengin mengendong cucu dari anamu."