Lama kelamaan semakin banyak prangko yang dapat saya kumpulkan. Untuk menjaga agar tidak rusak maka saya tempatkan prangko koleksi saya di album khusus prangko.
Setelah puluhan tahun saya baru membukanya kembali kemarin. Banyak cerita yang dapat kita petik dari setiap lembar prangko. Bukan saja bagaimana kita mendapatkan prangko-prangko tersebut, tapi juga dari gambar-gambar yang terukir dalam setiap lembar prangko.
Memang prangko dicetak bukan sekedar untuk keperluan surat-menyurat tetapi kadangkala dimaksudkan untuk menandai suatu peristiwa penting tertentu. Bisa dibilang semacam prasasti.
Prangko yang dicetak secara reguler biasanya kepala negara. Saya sempat mempunyai prangko bergambar presiden Soekarno. Soeharto dan Gus Dur.Â
Presiden-presiden setelahnya saya tidak tahu apakah sudah diabadikan dalam prangko atau belum. Maklum sekarang komunikasi dengan model surat-menyurat sudah ditinggalkan orang.
Dalam prangko di atas kita bisa mendapatkan banyak cerita tentunya. Misalnya tentang harga prangko-prangko tersebut. Prangko bergambar presiden Soekarno harganya Rp.1, 00 (satu rupiah).
Harga prangko bergambar presiden Soeharto yang terbit tahun 1993 adalah Rp.150,00 (seratus lima puluh rupiah). Sementara prangko bergambar presiden K.H Abdurahman Wahid seharga Rp. 1.000, 00 (seribu rupiah).
Khusus prangko Gus Dur ada yang unik. Prangko dicetak tidak seperti biasanya. Ternyata ini juga pernah dilakukan oleh Pos dan Giro ketika menerbitkan prangko seri beragam flora sebagai salah satu kekayaan bangsa Indonesia.
Masih banyak cerita lain tentunya kalau kita mau mengulik cerita dari tiap lembar prangko. Ada lambang daerah untuk tiap-tiap provinsi (waktu itu masih 27), prangko seri pakain adat dan tarian adat dan masih banyak lagi seri-seri prangko yang diterbitkan oleh Pos dan Giro.