Sewaktu menulis Museumkan Saja Museum dalam memperingati hari Museum Nasional saya sempat memajang foto tiga prangko yang bergambar patung peninggalan sejarah.
Saya jadi teringat kalau semasa SMA sempat menyukai dan mengoleksi prangko. Semacam filatelis amatiran. Kemarin saya buka ternyata ada 500-an lembar prangko.
Generasi 80an pastilah mengalami menjalin persahabatan dengan tajuk Sahabat Pena. Ya berkomunikasi dengan pena.
Jangan membayangkan pertemanan saat ini dengan Facebook atau WA Grup. Kala itu untuk saling bertegur sapa dengan menggunakan surat tulisan tangan.
Selesai menulis dengan tulisan tangan, kadang harus diulang berkali-kali, kita kirim lewat kantor pos atau masukkan ke kotak pos. Tentu saja harus membayar jasa pos dengan dibubuhi prangko secukupnya.Â
Kalo mau cepat dengan prangko kilat. Akan tetapi kalo mau yang sedikit lambat cukup dengan prangko biasa. Lambatnya pengiriman surat bukan hanya satu dua jam tapi bisa seminggu.
Kadang kita mendapatkan balasan seminggu kemudian. Berarti komunikasi kita memerlukan waktu sampai dua minggu hamya untuk saling bertegur sapa dengan sahabat.
Bayangkan dengan kondisi saat ini yang hanya berselang hitungan detik dalam berkomunikasi. Bahkan sekarang bisa secara langsung bercakap-cakap dengan video call.
Banyak Cerita dalam Selembar Prangko
Menyadari prangko bekas mempunyai banyak tema dengan gambar yang menarik saya mulai tertarik untuk mengumpulkannya. Seminggu bisa bertambah 2 atau 4 prangko.