Aku ketawa saja. Bayangkan, anakku yang baru sekolah SMP kepingin berguru ajian jaran goyang.
"Pak di mana aku bisa berguru ajian jaran goyang", katanya pagi tadi. Namanya juga masih anak-anak. Kemarin baru saja minta diajari mantra ajian banaspati, sekarang pengin belajar ajian jaran goyang.
"Emang kenapa kamu harus berguru ajain jaran goyang", tanyaku menyelidik. "Itu ajian khusus untuk orang dewasa", kataku mencoba menjelaskannya.
Aku semakin tertawa-tawa demi mendengar alasannya, "Di sekolah kan ada guru pindahan cantik sekali pak."
"Terus apa hubungannya ?", tanyaku.
"Ya aku pengin bu guru itu selalu perhatian sama aku."
"Ya nggak bisa begitu. Kan banyak muris yang harus diperhatikan", aku mencoba memberinya pemahaman.Â
Kalau kamu belajar dengan baik. Nilai bagus pasti bu guru itu akan memperhatikan kami. Jadi nggak boleh kamu memaksa ibu guru itu untuk memperhatikan kamu secara istimewa. Guru itu kan harus membimbing semua murinya bukan hanya kamu seorang, aku mencoba memberi pengertian kepadanya.
            **
Aku jadi penasaran kenapa anakku begitu tertarik kepada guru barunya. Apakah dia cantik seperti selebritis ? Atau secantik dewi dari kahyangan ?
Pas anakku belajar secara video komferensi aku sengaja mengintip. Aku pura -pura menanyakan apakah dia bisa mengikuti pelajaran dengan guru barunya itu. Sepintas aku melirik ke layar monitor di laptop.
Duuh Gusti. Hatiku bergetar kencang. Â Bu guru itu memang cantik sekali. Wajar anak laki-lakiku yang mulai tumbuh dewasa kepincut dengan kecantikannya.
Beranjak dari samping anakku aku jadi terbayang-bayang dengan kecantikannya. Senyumnya manis sekali. Apalagi tatapan matanya begitu mengundang.
"Kamu punya nomer kontak ibu gurumu itu", tanyaku.
"Ada pak. Emang kenapa ?"
"Kamu kan pengin diperhatiin oleh bu guru. Biar nanti bapak yang bicara sama bu guru", kataku meyakinkan anakku.
                 **
"Sini le. Lihat siapa yang datang", kataku memanggil anakku sambil menyilahkan masuk Dewi guru barunya anakku.
Anakku hanya melongo terbengong-bengong melihat ibu guru yang begiti sangat dipujanya. "Silahkan masuk bu guru", katanya sambil tergagap.
Dewi kutuntun dan kupersilahkan duduk. Anakku semakin terbengong melihat aku menuntunnya. "Malah mlongo, sana ambilkan minuman bu guru", suruhku.
Setelah kembali dengan dua gelas teh hangat kusuruh anakku duduk bersama kami. "Kamu duduk di sini. Kita ngobrol bareng", kataku.
"Sebentar lagi bu guru bukan saja akan selalu memperhatikan kamu setiap saat tetapi juga akan tinggal bersama kita."
"Kok bisa pak", tanyanya sambil memandang ke arah Dewi. Dewi hanya tersenyum.
"Sebentar lagi kami akan menikah. Bu guru akan menggantikan ibumu yang sudah lama meninggal. Kamu kepingin mempunyai ibu kan ? Jadi bu guru akan jadi ibu sambung buat kamu. Bu guru akan selalu dekat dengan kamu."
Jkt, 121020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H