Tragis !
Aku harus menerima kenyataan pahit. Sebagai petahana dalam pilkada aku dipecundangi oleh kandidat karbitan. Lebih menyakitkan lagi kandidat yang memenangi pilkada itu adalah istri mudaku sendiri.
Gegara jatuh terkena stroke saat kampanye akhirnya aku batal mengikuti tahapan pilkada. Maka jadilah dia sebagai satu-satunya kontestan. Menang !
Sekarang dia yang menjadi kepala daerah menggantikan kedudukanku. Sementara aku menjadi pesakitan yang hanya bisa duduk di kursi dorong.
Keberadaanku pun seolah sudah tidak diharapkannya. Aku dibiarkannya merana. Dia sama sekali tidak memesulikan aku lagi.
"Ni untuk makan pagi, siang dan makan malam", katanya sambil menyerahkan sebakul nasi dan 3 butir telor asin.
Ya sehari-hari menu makanku adalah nasi putih dan telor asin. "Biar praktis", begitu jawabnya ketika aku menanyakannya kenapa menuku selalu itu-itu saja.
**
Setelah menduduki jabatan kepala daerah kelakuannya semakin tidak terkontrol. Agendanya setiap hari shopping dan pelesiran melulu. Tugas-tugas pemerintahan lebih banyak diserahkan kepada wakilnya.
Sebenernya masyarakat kecewa dengan kinerjanya tetapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka takut dengan asisten -asisten pribadinya yang selalu bergentayangan mengawasi gerak-gerik masyarakat yang akan menyuarakan ketidakpuasan.