Mohon tunggu...
Mas Sam
Mas Sam Mohon Tunggu... Guru - Guru

Membaca tulisan, menulis bacaan !

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kucing Hitam

14 September 2020   13:05 Diperbarui: 14 September 2020   13:15 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Entah dari mana datangnya tiba-tiba melintas seekor kucing hitam di depan kami yang sedang berbincang serius. Sontak saja membuat kami kaget.

"Wah pertanda buruk le", kata si mbah kakung.

"Dengerin tu kata si mbah. Emang nggak ada wanita lain selain si janda itu ?", tanya ibu.

Ya aku sengaja pulang ke kampung menyampaikan niatku untuk meminang Marissa, janda kembang yang sehari-hari berprofesi sebagai desain eksterior. Pekerjaannya merancang taman-taman untuk perumahan dan vila-vila pribadi.

Kami bertemu sudah lama ketika bos tempatku bekerja memintaku untuk mencari perusahaan yang dapat merancang taman untuk proyek perumahan yang sedang dikerjakan oleh perusahaan kami. Dari browsing di internet ketemulah perusahaan tempatnya bekerja. 

Sejak saat itu di luar urusan pekerjaan kami jadi sering ketemu. Semakin lama berhubungan dekat dengannya tumbuh rasa cinta di antara kami.

Banyak orang yang menentang hubungan kami. Teman-teman sekerja pada menyarankan kepadaku untuk mencari wanita yang masih gadis. Demikian juga denga orang tuaku. Itulah kenapa aku pas libur panjang sengaja pulang kampung untuk menjelaskan semuanya kepada keluarga 

"Kenapa harus dengan seorang janda. Memang tidak ada perawan yang suka sama kamu le", tanya ibu.

"Yang suka banyak bu tapi aku sukanya sama dia", jawabku.

Ibu menggeleng-gelengkan kepala.

"Emang kenapa kalo janda ?", tanyaku.

"Ya beda to le", jawab ibuku.

"Sekarang kita dengar kata si mbah gimana", kata bapak yang dari tadi banyak diam.

Si mbah adalah kakekku, orang tua dari ibuku.

Beliau orang yang sangat dihormati di keluarga kami maupun orang-orang kampung.

"Sekarang mbah nanya, apa bener kamu mencintainya ? Atau sekedar kesengsem dengan kecantikannya", tanya si mbaj.

"Udah kena pelet kali", ibuku menimpali.

"Gimana le ?", imbuh simbah.

"Aku memang bener-bener mencintainya mbah !", jawabku mantab.

"Apa yang membuatmu jatuh cinta kepadanya ?", tegas si mbah.

Marissa ibu wanita yang supel dan mandiri. Aku yang terlahir sebagai anak tunggal yang terbiasa hanya akrab dengan ibu merasa nyaman kalo berduaan dengannya. Aku merasa terlindungi olehnya seperti ibu yang selalu melindungiku. 

Berbeda dengan sifat bapak yang jarang ngobrol atau menunjukkan kasih sayangnya kepadaku. Aku tau dengan bekerja keras sepanjang hari di sawah bapak ingin menunjukkan cintanya kepada kami.

Ketika aku merantau ke kota aku merasa kehilangan kasih sayang seorang ibu dan aku menemukan kembali kasih sayang ibu ketika aku bersama dia. Aku merasa dalam pelukan ibu ketika kami berduaan.

Memang umur kami terpaut jauh, aku hampir 30 tahun sementara dia sudah berkepala empat. Itu pula yang sering menjadi penolakan teman-teman dan keluargaku tentang hubungan kami.

Kata bapak umur seorang istri alangkah lebih baiknya lebih muda dari suaminya. Alasannya kalo sudah pensiun nanti istri masih bisa merawat sang suami. Bener juga jalan pikiran bapak tapi kan tidak harus begitu juga pikirku.

"Jadi gimana mbah dengan niat cucumu ini", kata ibu setelah aku panjang lebar menjelaskan tentang wanita pinanganku.

"Begini saja. Besok kamu balik ke kota saja le. Minggu depan bawa ke sini calonmu itu", saran si mbah.

"Aku ingin melihat calonmu itu secara fisik bukan sekedar dari mata bathin", lanjut si mbah.

"Ya udah ikutin saran mbahmu itu le", bapak menegaskan.

"Nggih mbah", jawabku sambil memandangi wajah ibu yang belum rela anaknya jatuh ke pelukan seorang janda.

"Le le", kata ibu sambil mengusap-usap kepalaku.

Sebutir air mata bening kulihat menetes di sudut mata ibu yang begitu sangat teduh.

Jkt, 140920

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun