Terbayang dalam pikiranku betapa bapak akan semakin parah sakitnya karena melihat rumah tanggaku kembali kandas. Barangkali bapak juga akan merasakan penyesalannya karena telah memaksakan kehendaknya agar aku bersedia menikah dengan laki-laki pilihannya.
Aku paham niat baik bapak, dalam pikirannya tentulah kalau aku menikah dengan orang kaya hidupku akan bahagia. Setidaknya aku tidak lagi harus pontang-panting mencari nafkah untuk membesarkan dan menyekolahkan anak-anakku. Bapak barangkali lupa kalau kebahagiaan tidak harus selalu diukur dengan banyaknya harta.
Aku telah berusaha memahami jalan pikiran bapak yang memang hanya orang kampung. Lingkunganlah yang mengajarkan sehingga bapak berpikiran seperti itu. Orang-orang yang kaya harta di kampung kehidupan sosialnya begitu dipuja-puja dan dihormati bagaikan seorang raja. Apa yang menjadi kehendak mereka oarng-orang kampung akan dengan patuh mengikutinya.
                              **
Pikiranku juga membayangkan betapa aku harus bersusah payah sendirian lagi mencari penghasilan untuk diriku sendiri dan anak-anak. Aku harus banting tulang tidak mengenal waktu, bahkan seluruh waktuku akan tersita karenya sehingga aku akan terasing dengan anak-anakku. Aku harus pergi pagi-pagi ketika anak-anakku belum berangkat sekolah dan pulang ketika anak-anakku sudah terlelap tidur.
Aku sudah pernah kehilangan mereka begitu juga anak-anak merasakan kehilangan kasih sayangku karena kesibukanku mencari nafkah. Aku tidak mau hal itu terulang lagi tetapi pasti akan terjadi apabila aku memutuskan untuk cerai lagi. Suatu kehilangan besar tidak bisa melihat setiap saat anak-anak tumbuh besar.
Bayangan lain yang sangat menggangguku adalah menghadapi godaan dan rayuan para lelaki. Ini memang resiko seorang janda yang selalu dilihat sebelah mata oleh orang lain. Jarang ada orang yang bisa melihat kehidupan seorang janda dari sisi positif, mereka selalu melihat seorang janda dari segi negatifnya.
"Dia pasti kesepian. Gampang menggaetnya", begitu keyakinan kaum laki-laki.
"Hati-hati jaga suami. Ada janda di sebelah rumah", begitu anggapan para istri.
Sebagai janda aku jadi serba salah, tersenyum dikira menggoda. Tetapi kalo lebih banyak diam dikira jual mahal. Susahnya lagi aku tidak diberikan kesempatan untuk menjelaskan bagaimana susahnya hidup seorang janda. Kalau susah tidak ada yang menolong tetapi kalo senang dikiranya morotin para lelaki.