Dua malam berturut-turut, kemarin malam dan semalam, saya nonton pentas wayang kulit di TVRI (media pemersatu bangsa). Sudah puluhan tahun saya tidak pernah nonton wayang kulit, padahal semasa kecil dulu sering banget nonton pentas wayang kulit. Sesekali saja saya dapat nonton pentas wayang kulit, itupun hanya lewat layar kaca TVRI.
Sekalipun dalangnya termasuk dalang anak-anak tetapi "sabetannya" pas adegan perkelahiannya sangat ciamik. Sang dalang cilik mengangkat lakon Titis Tunggorono, bercerita tentang masa kecil Gatotkaca putra Bima. Risiko nonton pentas wayang kulit lewat tivi cerita dipadatkan menyesuaikan durasi. Tapi lumayanlah buat obat rindu budaya.
Yang menarik tayangan pentas budaya wayang kulit ini direkam pada situasi pandemi covid-19. Jadi semua nayogo (penabuh gamelan) menggunakan masker. Para sinden pun duduknya melakukan jaga jarak.
Menariknya lagi pas limbukan, masa jeda setelah ontran-ontran, sindennya menyanyikan tembang yang berisi anjuran protokol kesehatan. Kudhu wisuh tangan, nganggo masker lan ojo lali jogo jarak !
Saya jadi ingat betapa waskitonya Sunan Kalijaga (salah satu walisongo) yang menciptakan wayang. Kanjeng sunan menciptakan wayang sebagai sarana untuk mengumpulkan masyarakat dalam rangka berdakwah agama Islam.
Pada saat itu masyarakat yang masih banyak dipengaruhi budaya Hindu oleh Kanjeng Sunan Kalijaga dilakukanlah dakwah dengan lembut mengikuti budaya lokal. Hasilnya begitu efektif sehingga agama Islam dapat diterima oleh masyarakat, terutama di pulau Jawa, tanpa menimbulkan gejolak sosial di masyarakat.
Rasa-rasanya tidak ada salahnya juga kalo kita mengikuti jejak Kanjeng Sunan Kalijaga dalam menyadarkan masyarakat akan bahayanya serangan covid-19. Bukan dengan mengadakan pentas wayang kulit dengan mengumpulkan masyarakat yang justru berpotensi menyebarkan covid-19, tetapi mengikuti caranya Kanjeng Sunan dalam berdakwah. Harus menggunakan soft skill.
Rupanya kebijakan yang diambil oleh beberapa pemerintah daerah yang kesannya top-down, main perintah, tidak cocok sehingga penularan covid-19 sepertinya semakin menjadi-jadi.
Pasien positif covid-19 makin bertambah demikian pula jumlah kematiannya. Jadi perlu dicari alternatif lain dalam mengedukasi masyarakat dengan menggunakan pendekatan kearifan lokal.
Gali semua potensi masyarakat dan libatkan warga masyarakat dalam setiap pengambilan kebijakan dalam kampanye memerangi covid-19. Bentuk-bentuk aksi yang akan dilaksanakan harus berdasarkan rembug warga masyarakat sehingga mereka akan merasa ikut bertanggungjawab. Bukan seperti selama ini mereka hanya merasa melaksanakan perintah saja !