Mohon tunggu...
Mas Sam
Mas Sam Mohon Tunggu... Guru - Guru

Membaca tulisan, menulis bacaan !

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Susuk

28 Juni 2020   16:26 Diperbarui: 28 Juni 2020   16:26 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bu Dita, begitu wanita paruh baya itu biasa dipanggil. Umurnya empat puluh dua tahun jalan.  Setiap habis Ashar dia mengajar ngaji anak-anak di sekitar rumah kontrakannya. Pagi dan malam harinya dia menjahit baju-baju muslim, juga seragam olah raga.

Dia memang keturunan kaum pesantren.  Bapaknya adalah seorang imam masjid.  Sejak kecil dia belajar mengaji sama bapaknya.  Makanya dia diminta oleh para tetangganya untuk mengajari membaca Al Qur'an.  Ilmu tajwid sangat dikuasainya sejak kecil.  Suaranya juga sangat merdu kalau membaca Al Qur'an.  Kegiataan mengaji ini tidak memungut biaya sama sekali.

"Saya hanya bisa sedekah ilmu", begitu alasannya.

Untuk menopang kehidupannya, mengelola konveksi kecil-kecilan menjadi andalannya.  Dia melayani menjahit pesanan murid-murid ngajinya, sekali waktu mendapatkan orderan seragam olahraga atau baju-baju muslim dari madrasah tempat teman-temannya mengajar.  Dia tidak mau mengajar di madrasah.

"Saya tidak punya ijazah formal", dalihnya ketika teman-temannya membujuk untuk ikut mengajar di madrasah.

Orangnya supel, gampang akrab dengan orang. Bukan hanya dengan kaum hawa, dengan kaum adam pun demikian pula.  Dia pandai memulai pembicaraan, pun santai dalam setiap obrolan.  Temannya tak terhitung jumlahnya, baik perempuan atau laki-laki.  Ini yang sering membuatnya pusing sendiri.

Mula-mula para tetangga sekedar terheran-heran kenapa dia begitu banyak kenalan kaum laki-laki daripada perempuan.  Bayangkan orang biasa , tukang ojol, guru, ustad, pegawai kantoran, polisi bahkan tentara silih berganti bertamu ke kontrakannya.  Hanya sekedar pengin ngobrol dengannya. Ngobrolnya pun di teras yang bisa terlihat oleh tetangga yang lalu lalang.

"Biar tidak menimbulkan fitnah", jelasnya kenapa tetamu diajak ngobrol di teras.

Kasak-kusuk tetangga pun berkembang.  Awalnya tetangga hanya saling bilang, "dasar janda !".

Ya dia memang janda ditinggal pergi suaminya.  Kabarnya suaminya tidak tahan melihat rumah kontrakannya yang sempit itu silih berganti tamu laki-laki.  Anehnya kalau ada tamu datang suaminya seakan-akan dicuekin.  Dikenalkan kepada tamunya pun tidak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun