Mohon tunggu...
Mas Sam
Mas Sam Mohon Tunggu... Guru - Guru

Membaca tulisan, menulis bacaan !

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jakarta Ulang Tahun, Kangen Jakarta Fair

22 Juni 2020   19:55 Diperbarui: 22 Juni 2020   19:48 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kalo bicara ulang tahun Jakarta sama aja bicara tentang Pekan Raya Jakarta.  

Ya segera yang terlintas adalah PRJ (Pekan Raya Jakarta), aslinya mamakai istilah Djakarta Fair. Belakangan lebih dikenal dengan sebutan Jakarta Fair. Orang Betawi lebih kenal dengan PRJ ketimbang Jakarta Fair.  

Pekan Raya Jakarta yang digelar sejak tahun 1968 memang digagas untuk memperingati ulang tahun kota Jakarta.  Tempatnya di lapangan Monumen Nasional (Monas).

Setiap malam selama sebulan warga Jakarta tumplek blek di pelataran Monas.  Mereka ngiterin stand-stand yang sengaja dibuka untuk memajukan bisnis sembari ngeliat-liat tontonan kesenian daerah utamanya kesenian Betawi.  Setelah cape muter-muter mereka menyantap bekal dari rumah atau jajan.  Yang legendaris ya tentu saja kerak telor.

Sejak tahun 2004 PRJ yang semula digelar di Monas dipindahkan ke bekas bandar udara Kemayoran.  Dengan pertimbangan tempatnya yang lebih luas dengan fasilitas pendukung yang sangat memadai.  Nama dagangnya pun berkesan modern Jakarta Internasional Expo (Jiexpo).  Tetapi kemudian lebih familier dengan sebutan Jakarta Fair. 

Memang lebih ada kesan sisi komersialnya ketimbang perayaan ulang tahun Jakarta, stand-stand bisnis semakin banyak dan beragam.  Kapitalisasi bisnisnya pun sudah mencapai ratusan trilyun setiap helatan Jakarta Fair.

Sejujurnya warga Betawi sedikit kehilangan roh PRJ dengan adanya Jakarta Fair.  Di samping tempatnya yang jauh di Jakarta Utara, kalo Monas tempatnya di tengah-tengah, warga Betawi merasa kehilangan nafas kesenian tradisionalnya.  Masih ada si tapi kalah heboh dengan musik dan seni yang digandrungi anak-anak  muda jaman now.

Tanjidor, gambang kromong masih sesekali dimunculkan dengan polesan kemodernan, tapi kalah hingar bingar dengan musik anak-anak muda kekinian.  

Lenong masih diberi tempat tapi harus menyadari bahwasanya masyarakat lebih keras ketawanya dengan penampilan para komika.  Pedagang kerak telor masih berjajar di sepanjang jalan seputaran Jiexpo, sementara di dalam stand-stand menampilkan SPG yang wangi dan penuh gaya.

Rupanya memang harus ada adaptasi oleh pelaku kesenian tradisional, khususnya seni Betawi, untuk tetap eksis di atmosfir berkesenian modern yang baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun