Menurut penelitian yang dilakukan Muhammadiyah Tobacco Control Center (MTCC), 98 persen anak-anak di kota Yogyakarta pernah menyaksikan iklan rokok di televisi, dimana 80 persen menontonnya di malam hari dan sisanya di pagi hari. Terbukti, meski penayangan iklan rokok di TV sudah dibatasi hanya di malam hari, namun penetrasi iklan-iklan rokok tersebut ke anak-anak masih sangat tinggi.
Dampak iklan rokok di TV ini pun cukup mencengangkan. Hampir separuh responden anak-anak yang disurvey menyatakan bahwa iklan-iklan tersebut berhasil memperkenalkan merek-merek rokok kepada mereka serta mempengaruhi keinginan mereka untuk merokok.
Penelitian ini menunjukkan bahwa selain iklan TV, iklan rokok luar ruangan juga mempengaruhi perilaku anak-anak untuk merokok. Sangat beralasan, mengingat iklan rokok luar ruang sudah lama mengepung kota Yogyakarta. Sulit menemukan ruas jalan di Yogyakarta (dan mungkin hampir di seluruh kota di Indonesia) yang bebas dari cengkeraman baliho, spanduk, atau papan reklame.
Industri rokok, termasuk iklan-iklannya yang berseliweran mengepung kita, memang terbukti memberikan pendapatan luar biasa besar bagi pemerintah. Di tahun 2014, pemasukan negara terbesar disumbang oleh cukai rokok, yaitu sebesar 112 trilyun rupiah. Belum lagi menghitung besarnya pajak-pajak iklan dan reklame di kota-kota di seluruh Indonesia. Namun, apakah semua itu sepadan dengan mengorbankan masa depan anak-anak Indonesia?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H