Mohon tunggu...
Healthy Artikel Utama

Dari Lereng Sumbing, Kisah Anak Usai Disunat dan Merokok

7 September 2015   10:51 Diperbarui: 11 September 2015   06:11 5310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Usai disunat anak-anak bebas merokok (Foto: Dwikoen)"]

[/caption]

Belajar “tingwe” Dari Ayah

Selain faktor “budaya” dimana anak-anak diberi hadiah rokok saat mereka disunat, anak-anak di desa Kali Angkrik Yogyakarta juga lebih mudah untuk merokok karena faktor “geografis”. Kebun tembakau yang tersebar di desa tersebut, membuat rokok “tingwe” alias “ngelinting dewe” atau merokok dengan cara melinting tembakau sendiri juga sangat populer di kalangan anak-anak. “Tingwe” juga menjadi “dewa penolong” saat anak-anak tersebut tak punya uang untuk membeli rokok eceran.

Kisman (60 tahun), seorang petani gurem yang memiliki secuil kebun tembakau warisan dari orangtuanya mengaku lebih sering melinting rokok sendiri. Hal yang sama dilakukan empat anak laki-lakinya, terutama jika mereka tak punya uang untuk membeli rokok di warung. Di atas meja ruang keluarga, hampir setiap saat selalu tersedia tembakau, cengkeh, dan kertas untuk melinting rokok. Berawal dari melihat bapaknya melinting rokok, lama-lama si bungsu Heri (9 tahun) tertarik dan mencoba melinting sendiri.

Heri mengaku pertama kali merokok di usia tujuh tahun, saat itu ia merokok di belakang rumahnya. “Rasanya nggak enak, dan bikin batuk. Kepala saya juga pusing,” tuturnya. Namun, pengalaman pertama yang tak enak itu kini berubah seratus delapan puluh derajat. Kini Heri mengaku tak bisa melewatkan hari tanpa menghisap rokok. Usai makan adalah saat-saat favoritnya, dimana ia bisa merokok bersama kakak-kakaknya dan juga bapaknya di ruang keluarga.

“Saya sudah nasehati dia supaya jangan merokok, bapak saya juga sudah sering menasehati dia, tapi susah, dia nggak mau dengar. Mungkin karena saya sendiri juga merokok dari kecil,” kata kakak sulungnya. Meski di rumah ini merokok sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari acara makan malam, namun sang ayah mengaku tetap khawatir merokok akan berpengaruh buruk bagi anak-anak. “Kalau kamu kebanyakan merokok, kamu bisa jadi bodoh,” kata sang ayah kepada Heri si bungsu yang hanya membalas dengan senyuman.

Gambar Peringatan di Mata Anak-anak

Malam hari, sekelompok  anak-anak dan remaja bergerombol di gardu desa sambil bermain kartu. Asap rokok tak berhenti mengepul mengiringi celotehan anak-anak yang rata-rata berusia antara tigabelas hingga delapan belas tahun tersebut. Dari enambelas remaja yang sedang asyik nongkrong, hanya dua anak yang mengaku tak merokok. Sebagian besar mulai merokok di usia sangat belia, sekitar enam hingga delapan tahun. Apakah mereka tak tahu tentang bahaya merokok bagi kesehatan?

“Katanya bisa kena kanker bibir ya?”

“Paru-parunya bisa bolong.”

“Kena kanker tenggorokan?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun