Mohon tunggu...
Masrura RamIdjal
Masrura RamIdjal Mohon Tunggu... Lainnya - PhD Candidate dari Oxford Brookes University, pengusaha Biro Perjalanan Wisata

Success is no accident. It is hard work, perseverance, learning, studying, sacrifice and most of all, love of what you are doing or learning to do (Pele)

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Melihat Konsep Pariwisata Halal

28 Agustus 2017   00:04 Diperbarui: 21 Maret 2018   17:52 5921
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dari YouTube Japan Catering for Halal Tourism. https://www.youtube.com/watch?v=wvWbRcV30kg

Akhir-akhirnya ini sering sekali kita mendengar istilah "wisata halal" berseliweran di berbagai media massa online dan offline, baik berupa berita maupun berupa promosi produk. Produk-produk wisata halal yang biasanya beredar adalah produk-produk perjalanan wisata baik ke luar negeri maupun yang di Indonesia. Beberapa dari promo itu menyebutkan wisata halal dengan jaminan kehalalan makanan dan waktu yang sholat terjaga selama perjalanan dan mengunjungi obyek wisata religius keagamaan. sudah itu saja, lalu apakah wisata halal hanya sebatas itu?

Dalam agama Islam, alasan atau motivasi keagamaan sudah sejak lama menjadi motivasi yang kuat bagi umat Islam untuk melakukan perjalanan. Alasan itu digunakan dalamm rangka menyebarkan agama Islam itu sendiri maupun dalam konteks yang lain, seperti memperluas hegemoni kekuasaan atau berguru dan menuntut ilmu. Sejak lama kita mengetahui bagaimana Islam dan peradabannya menyebar dari Madinah ke Timur Tengah lalu ke Afrika hingga meluas ke benua Eropa.

Dan dunia juga mencatat peziarah-peziarah Muslim seperti Ibnu batuta yang begitu terkenal dengan perjalanannya. Banyak penemuan-penemuan ilmuwan Muslim yang dibuat untuk kemudahan dalam perjalanan itu sendiri (ahli astromoni Islam seperti Al Farghani, Al Batani dan Al Biruni, penemu kompas, Ibnu Syatir dan ahli navigasi laut Ibnu Majid). Jadi tidak heran jika saat ini umat Islam menyebar di berbagai belahan dunia dan saling melakukan perjalanan di antaranya.

Akademis mendefinikan turis sebagai pergerakan orang dari satu tempat ke tempat lain yang bukan tempat tinggalnya selama minimal 24 jam atau istilah lainnya yaitu "visitor", yaitu seorang yang melakukan perjalanan ke suatu negara yang bukan merupakan tempat tinggalnya untuk urusan apapun selain daripada urusan pekerjaan yang menghasilkan uang. kedua istilah ini digunakan secara bergantian dalam pembicaraan kita. 

Sampai dengan tahun 2012 jumlah kunjungan global menembus angka 1 miliar turis yang tercatat diseluruh dunia dengan pengeluaran sebesar USD 1.159 Juta (Usd 140 juta adalah dari global muslim traveller) dan diperkirakan pada tahun 2020 akan naik sampai 1,56 miliar turis dan 69 Juta adalah turis dari Timur Tengah yang notabene mayoritas beragama Islam. Negara dengan outbond turis terbesar saat ini adalah Saudi Arabia, Iran, Uni Arab Emirate, Qatar, Kuwait, Indonesia, Malaysia, Rusia, Turki dan Nigeria.

Ada banyak Istilah yang dilekatkan dengan " pariwisata halal " atau "Halal Tourism" memang juga disebut dengan istilah "Islamic Tourism", "Islamic Travel", "Halal Travel", "Muslim Friendly Tourism", "Shariah Tourism" atau "Halal Holiday". Dalam istilah akademis istilah-istilah ini juga diartikan dengan hal yang berbeda-beda sesuai dengan latar belakang perspektifnya.

Tetapi semuanya mengacu kepada pertimbangan syariat Islam, target kustomernya (muslim atau bukan), destinasi kunjungannya (negara muslim atau bukan), poduk dan pelayanan yang diberikan, serta tujuan dari perjalanan itu sendiri. Dengan berbagai penafsiran tersebut, saya merujuk kepada definisi yang di berikan oleh Battour dan Ismail (2016) yaitu "obyek wisata atau kegiatan wisata apapun yang diperbolehkan dalam ajaran Islam untuk dipergunakan atau melibatkan umat muslim dalam kaitannya di industri pariwisata".

Dalam konsep ini jelas mempertimbangkan tentang aturan syariat Islam, sebagai dasar pertimbangan untuk menjual atau mempergunakan produk dan pelayanan sebagai targetnya adalah umat muslim sendiri dan tidak membatasi hanya di negara-negara Muslim saja dan tidak membatasi perjalanan untuk tujuan beribadah saja.

Sebagai umat muslim, dalam menjalani kesehariannya terikat sebagaimana yang sudah diatur di dalam Al Quran dan Al Hadist yang menjadi pegangannya. Semua tata cara diatur dan merujuk kepada keduanya temasuk juga masalah kehalalan tersebut. Halal didefiniskan sebagai sesuatu yang diperbolehkan atau dibenarkan dalam syariat Islam di samping istilah lainya yaitu fardu (wajib), mustahab (disarankan), makruh (tidak disukai) dan haram (dilarang). Dalam Al Quran dengan jelas mengatur masalah kehalalan makan dan minuman ini (QS. 7;17 atau QS 2;168). Akan tetapi dalam pelaksaaannya istilah Halal tidak hanya merujuk kepada makanan dan minuman saja akan tetapi juga meluas ke berbagai aspek dalam kehidupan dan yang dilakukan oleh umat muslim tersebut, seperti cara berpakaian dan hubungan cross gender laki-laki dengan perempuan.

Bagaimana kaitannya tentang masalah halal ini dalam Pariwisata? Apakah cukup dengan menyediakan makanan dan minuman yang halal maka sudah cukup memenuhi syarat sebagai wisata halal? Gohary (2016)  mengatakan bahwa halal destinasi sesuai syariat Islam harus mencakup ketersediaan makanan dan fasilitas halal, tidak ada penyediaan minuman beralkohol, tidak ada night club atau hiburan malam, pemisahan fasilitas umum antara laki-laki dan perempuan beserta pelayanannya (pegawai perempuan untuk tamu perempuan dan keluarganya).

Juga tersedia gambar-gambar religius/bernuansa agama pada interior dalam bangunan, TV channel sesuai syariat, mushola, pegawai beragama Islam, pakaian sesuai syariat islam, sejadah, peralatan sholat dan Al Quran di setiap kamar, petunjuk arah Qiblat di dalam kamar, benda-benda seni terbebas dari menyerupai manusia, tempat tidur dan posisi toilet yang tidak mengarah kiblat, fasilitas bidet di dalam toilet, pembiayaan/modal secara syariat, hotel, restaurant atau biro perjalanan harus mengikuti syariat muamalah dalam Islam termasuk mengeluarkan zakat. Ketentuan ini menjadi hal dasar untuk diaplikasikan bagi konsep pariwisata halal.

Jika kita melihat bagaimana geliat negara-negara yang menjadi tujuan wisata menyambut pasar turis yang datang dari negara-negara Islam, mereka menyiapkan berbagai fasilitas untuk menunjang kebutuhan dari turis-turis muslim tersebut. Restoran-restoran bersertifikasi halal di berbagai destinasi di Jepang, Korea, Brazil, China semakin banyak tersedia dilengkapi dengan fasilitas menunaikan sholat bagi pengujungnya. Banyak global brand restoran di Eropa (KFC, Nando's, Subway dan Pizza Express) melengkapinya dengan menggunakan bahan-bahan yang halal seperti daging ayam dan sapi yang tersertikasi halal untuk menyediakan bagi pasar umat muslim.

Salah satu jaringan hotel besar di Moscow, Aerostar menyediakan sajadah dan Al Quran serta petunjuk kiblat didalam setiap kamarnya dan amenities seperti sabun dan shampo halal beserta dengan sertifat halal termasuk dari dapur hotel tersebut. Hotel dilengkapi juga dengan dua mushala yang memisahkan pengunjung laki-laki dan perempuan. Beberapa hotel melengkapi dengan channel televisi berbahasa Arab di dalam hotelnya. Di berbagai negara semakin tahun semakin meningkat ketersediaan hotel dengan mengusung konsep halal tersebut walaupun di negara nonmuslim atau muslim minority.

Seiring dengan kemajuan teknologi, berbagai aplikasi teknologi yang menunjang aktivitas perjalanan muslim juga sudah banyak ditemukan dan digunakan. Aplikasi website global tersedia banyak sekali saat ini seperti www.halaltrip.com, www.muslimpro.com, www.halalbooking.com yang digunakan oleh turis dari berbagai negara untuk mengakses informasi di berbagai negara. 

Salah satu negara yang sudah mengaplikasikan aplikasi khusus berbasis smarphone untuk turis muslim di negaranya adalah di Thailand. Aplikasi "Thailand Muslim Friendly Destination" yang digagas oleh Otoritas pariwisata Thailand yang dapat di-download di smartphone berisi tetang informasi dari berbagai hotel dan restoran halal, kegiatan, acara (events) atau atraksi wisata, lokasi-lokasi masjid serta navigasi peta dan petunjuk wisata offline yang bisa digunakan tanpa terhubung dengan internet yang begitu membantu para turis-turis muslim yang datang berkunjung ke negara non-Islam ini. Aplikasi ini tersedia dalam Bahasa Thai dan Inggris dan segera memasukan Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia dalam aplikasinya.

Airport-airport di negara-negara non-Muslim juga menyiapkan fasilitas ruang sholat yang terpisah laki-laki dan perempuan dilengkapi dengan fasilitas wudhu, perlengkapan sholat dan Al Quran di berbagai negara non-Muslim seperti di Jepang (Osaka, Haneda dan Kansai airport) dan juga fasilitas restoran dengan sertifikasi halal bagi penumpang yangn melewati airport tersebut. Tak ketinggalan adalah perusahaan penerbangan yang saat ini sudah menjadi Halal Airlines adalah Royal Brunei yang meniadakan minuman alkohol di seluruh penerbangannya.

Beberapa paket wisata dikenal dengan nama halal holiday juga ditawarkan oleh berbagai biro perjalanan wisata yang menyiapkan seluruh kegiatan perjalanan sesuai dengan syariat Islam. Hal ini termasuk hotel dan resort yang menyiapkan makanan halal, dan nonalkohol, kolam renang dan spa yang terpisah laki-laki dan perempuan bahkan pantai yang juga terpisah untuk laki-laki dan perempuan atau untuk keluarga. Paket wisata ini dilengkapi dengan kunjungan ke beberapa destinasi peninggalan peradaban Islam atau tempat-tempat yang meningkatkan nilai-nilai Islam di dalamnya di mana dengan meilhat berbagai keindahan ciptaan Allah SWT di muka bumi akan meningkatkan keimanan seorang Muslim. Turki salah satu negara yang sudah menjual paket wisata halal dengan memasukan unsur-unsur seperti ini di beberapa destinasinya.

Saat ini Turki sudah memulai menjajal kapal pesiar dengan konsep "Muslim Friendly Cruise" yang berlayar dari Turki ke Yunani dengan pelayanan tanpa minuman alkohol selama pelayanan, makanan bebas daging babi, tanpa fasilitas perjudian atau Kasino. Seluruh fasilitas-fasilitas seperti pusat kebugaran, spa, Turkish Bath, mushala terpisah antara laki-laki dan perempuan. Malaysia juga sedang mempersiapkan dengan Star Cruise-nya untuk menggaet pasar umat muslim yang terus berkembang.

Dengan makin meningkatnya pengunjung muslim dari berbagai negara di dunia, hendaknya Indonesia juga mengambil kesempatan dari "kue" global tersebut. Tidak hanya menyiapkan berbagai fasilitas-fasilitas pariwisata untuk umat Islam tetapi juga menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang melayani para wisatawan tersebut. Sillabus-silabus pendidikan dan training pariwisata hendaknya di kembangkan dengan mengedepankan konsep-konsep sesuai dengan syariah Islam tentang adab dan tatacara dalam melayani tamu dan berhubungan sesama manusia.

Pemerintah memegang peran yang sangat penting dalam hal ini. Langkah tepat pemerintah membentuk tim percepatan pariwisata halal patut diacungi jempol dengan terobosan-terobosan yang sudah dilakukannya. Pemerintah sebagai regulator harus mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang menunjang konsep ini. Terlebih penting adalah peran pemerintah untuk "menstandarkan" semua fasilitas-fasilitas tersebut dengan adanya sertifikasi halal yang terpadu sehingga menambah kenyamanan bagi para pengujung muslim tersebut ketika datang dan menikmati perjalanannya.

Memasarkan dan mempromosikan Indonesia sebagai "Muslim Friendly Destination" mungkin memerlukan upaya-upaya khusus, di samping branding utama pariwisata "Wonderful Indonesia". Mengingat mem-branding "Halal Destination" agak sulit dilakukan sehubungan dengan luasnya cakupan wilayah yang beragama serta berbeda culture dengan interest yang juga bermacam-macam dari wisatawannya. Secara partial mungkin bisa dilakukan di beberapa destinasi seperti NTB, Sumatera Barat atau Aceh.

Pemerintah juga bertanggung jawab untuk mengembangkan, membangun daerah dengan destinasi "Muslim friendly Destination" tersebut dengan menyiapkan aksesibilitas, infrastruktur, infrastructurenya, mengembangkan obyek wisata peninggalan Islamnya ( Bangunan, kesenian, tatacara hidup, atraksi budaya dll), dan tak kalah penting mensosialisasikannya kepada masyarakat banyak. Hal yang terakhir ini memang bukan pekerjaan ringan yang mungkin tidak harus dikerjakan sendiri oleh pemerintah tetapi harus melibatkan semua pihak pemangku kepentingan.

Dengan melibatkan berbagai pihak, diharapkan gaung pariwisata Halal ini tidak hanya bergema di kota-kota besar atau di luar negeri atau hanya di media massa saja tetapi juga sampai ke tingkat masyarakat terbawah untuk diajak bersama-sama membangun pariwisata, tidak hanya pariwisata halal saja tentunya agar semua masyarakat Indonesia dapat juga merasakan peningkatan ekonomi dan taraf hidupnya dari kegiatan yang bernama "pariwisata" di Indonesia. Mereka tidak hanya menjadi penonton yang disuguhi oleh gemerlap mewah industri ini dan hanya termangap saja menatapnya.

Masrura Ramidjal adalah pengusaha biro perjalanan dan aktif di organisasi biro Perjalanan ASITA dan FTPI. Saat ini sedang mengerjakan riset di bidang pariwisata (PhD) di Oxford School of Hospitality management, Oxford Brookes University, Inggris.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun